Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Fiksi Horor dan Misteri], Bus Hantu

25 September 2016   23:01 Diperbarui: 25 September 2016   23:44 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

manusia diri kita tidak menyadari bahwa ada mahluk lain yang di ciptakan oleh Tuhan bersama di ciptakan manusia, dan kadang diri kita terlalu sombong dengan segala nikmat yang diberikanNya pada  kita, dan inilah kisah saya yang sebenarnya.

Bekerja lajo dari kota kelahiran dan pulang sebulan sekali adalah kenikmatan hidup yang aku tempuh demi membahagiakan istriku tercinta dan meraih rejekinya, dari inilah kisah ini berawal waktu pulang ke kota J.

“Mas mampir tempatku saja” kata  Mas Yuda padaku

“ Ini malam sabtu kangen rumah mas” aku menepisnya dengan sendu.

Kami berpisah di depan terminal, karena aku nebeng dia ke arah terminal memang sebagai pekerja proyek kami seperti keluarga  sendiri dan  mas Yuda adalah salah satu yang bertemu dalam proyek pelebaran jalan di kota W ini.

“besok lha bisa ke J to mas ini sudah maghrib  “

“aku harus pulang ini soalnya istriku nelepon terus “

“kangen ya mas?”

“Ha..ha  tahu aja mas Yuda”

Kami tertawa kecil didekat terminal kota  W  ini,  alasan kangen dengan istri membuatku harus cepat-cepat ke J apalagi bis  ke arah J sebagian tidak jalan bila sabtu malam minggu. Aku juga mempunyai sepeda montor tetapi karena aku lbih suka naik bis kalau lajo bolak balik kota J ke kota W naik motor badan terasa capek dan gampang sakit, maka bis adalah alternatif untuk pulang setelah kontrak sebulan di tempat aku bekerja.

Karena maghrib aku  sholat maghrib di mushola dekat terminal ini juga, konon terminal ini dulu di bangun diatas kuburan kuno yang di pindah ke sini karena ada pelebaran kota di kota W ini aku hanya sedikit penasaran bagaimanapun inilah kemajuan di kota ini, kuburanpun bisa di sulap menjadi terminal megah di kota ini.

Sehabis maghrib menjelang aku sempatkan ngopi didekat terminal ini,

“mas kopi ya”

“monggo, mari” bapak itu cekatan menyediakan kopi padaku dan aku meminta gulanya sedikit makan masih terasa kopinya pahit inilah kesukaanku.

“mau kemana mas?”

“ke Jogja pak”

“bis terakhir sehabis maghrib  ini mas”

“ya kok lama ya?”

“sabar karena biasanya bila ke kota  J langsung ke kandangnya”

“oh bis ke kota J pak?”

“ya begitulah tidak mau rugi to mas?”

“ya pak biasaanya saya juga cari bisnya di kota G ”

“begitulah mas, bis sekarang kalah dengan kendaraan bermotor “

“saya juga punya tetapi karena hujan terus dan malas bolak-bali naik motor lebih baik naik bis pak”

Bapak itu tersenyum kecil, aku menikmati kopi sore ini dengan pisang goreng sedikit.

“tidak sekalian makan mas?”

“maaf pak sudah kangen istri mau makan masakannya saja”

“ya”

kami tertawa bersama-sama sesore yang indah di depan terminal W ini. Handphoneku bordering ada sms..

“sudah dapat bis belum ?”

“belum mas”aku jawab

“benar kan sulit bila malam minggu, sabar ya mas”

“ya ok” jawabku

Aku memasukkan handphoneku did lam tas dan berdering lagi

“mas…pulang kan?”

“ya dik…kangen”

“sama”

Smsnya membuatku semakin kangen dan rindu sesore in penuh ceria dan bangga ingin aku ajak nanti ke Malioboro untuk jalan-jalan.

“pak berapa ini dengan kopi?”

“sepuluh ribu saja mas”

“ya nampaknya ada bis masuk terminal ini pak dari arah ke kota J kataku sedikitt berseru  senang pada bapak penjaga angkringan ini.

“mas ini kembali sepuluh ribunya, eh mas…bagaimana?”

“untuk bapak saja itu sudah ada bis  ke arah J pak keburu”

“eh mas…tidak ada …belum mas…”

Aku berlari menghampiri bis ini dan aku naik nampak beberapa penumpang ke  arah J sudah ada  didalam bis ini. Beberapa penumpang nampak sudah duduk dengan kantuknya masing-masing, bagaimanapun aku maklum hari sabtu hari bahagia bagi pekerja untuk menghabiskan akhir pekan dengan keluarganya, maklum bis ini bukan arah W ke kota J saja tetapi juga awalnya dari arah kota B sehingga aku maklum bila penumpangnya sudah pada lelah dan ketiduran didalam bis ini.

Aku masuk dalam bis yang penuh penumpang tetapi ada yang aneh dalam bis ini aku tidak hiraukan bukankah bis harusnya berbau ampek dan keringat penumpang tetapi in ibis nampaknya wangi dan semerbak aroma bunga aku tepis ini kan bis AC dan aku hanya maunya satu bertemu dengan istri tercintaku di J aku mau memakai bis AC yang sedikit mahal dari non AC aku siap toh aku sudah kantongi uang hampir sebulan menjadi buruh di kota W ini.

Aneh dan aku sedikit tidak biasanya aku dalam bis ini tidak ada canda tawa semua larut dalam kesibukan dan mereka penumpang menghadap kea rah depan tidak ada yang bercanda, aku maklum mungkin mereka pada kelelahan sehabis bekerja seperti aku.

Aku mencoba berakrab-akrab dengan penumpang disebelahku,

“mas mau ke kota J juga?”

“ya” jawabnya singkat  tanpa menoleh sedikitpun kearahku dan aku maklum karena lelah mereka bekerja jadi maklum, didepanku ada sepasang suami istri dengan anak yang di pangkunya menghibur sang anak yang sedikit rewel dan menagis kedua orang tuanya menghibur anak tersebut supaya tidak menangis aku sedih melihat pemandangan ini. Sedikit ke kanan ada ibu-ibu tua yang mengantuk dan tanpa peduli sudah mulai tidur dengan tanpa hiraukan teman disebelahnya, anehnya bis ini seakan halus tanpa ada rasa jalan-jalan yang dilaluinya, aku mengibur diri mungkin in ibis baru dan enak suspensinya, yang aneh lagi ada bau wangi yang menyerbak di dalam bis ini, ini pasti parfum AC aku juga tidak  punya pikiran aneh karena tujuanku hanya satu bertemu istriku di kota J.

Tembang itu masih aku ingat suami istri yang menidurkan anaknya dengan tembang jawa yang membuat orang sedikit terhibur tetapi mengapa mereka mengapa muka anak itu tidak ceria dan rewelnya menjadi sementara penumpang sebelah kiri dan kanannya seakan tidak peduli pada tangisan anak ini aku heran belum heran kenapa lampu bis ini agak suram aku tidak hiraukan karena mungkin disengaja supaya penumpangnya bisa pada istirahat dengan tenang sore ini.

Lamunanku buyar karena seorang kondektur bis mendekati aku dan minta ongkos bis ini .

“ke kota J mas?”

“nggih, ya pak, turun arah  G”

“dua puluh lima ribu mas”

“ya pak, ini AC ya pak?”

“ya..” tanpa menoleh sedikitpun pak kondektur meminta uang dariku, hanya sedikit aku melihat ada cacat di sebelah dahinya, agaknya dia pernah mengalami sesuatu, aku tidak pedulikan penampilan kondektur ini aku hanya sedikit  minta supaya bis ini cepat ke kota J, hanya kangen dan rindu yang membuatku sedikit terhibur dalam bis yang aku tumpangi ini.

“langsung ke arah terminal J to mas kondektur”

“ya langsung ke terminal…turun mana?”

“Perempatan pelem gurih, G”

“ya boleh…” sobekan karcis itu persis di berikan padaku dan aku masukan dalam tas rangsel  ini.

“terima kasih pak”

“sama-sama”

Kondektur itu meminta pada beberapa penumpang didepanku dan aku juga melihatnya para penumpang itu diminta oleh kondektur itu bayaran mereka membayar juga.

Penumpang di sebelahku coba aku bertanya lagi padanya

“Sering naik bis ini mas?”

“tiap hari, selamanya”

“kok begitu?”

“iya”

Aku sedikit kikuk dan kaget selamanya naik bis ini??

“kerja di mana mas ?”

“kota B, buruh mas..”

“J nya mana mas?”

“B ringroad selatan”

“sama mas saya juga B”

Dia diam tanpa menolah sedikitpun padaku ada muka sedikit sedih yang aku lihat sekilas di cahaya bis malam ini.

“sudah lama nglajonya mas?”

“ya, selamanya”

“kok begitu?”

“ya beginilah kami”

aku heran dengan jawaban kedua yang dia berikan padaku tetapi agaknya aku sudha mau mencium ketidak beresan dari bis ini aku hanya diam tidak mau menebak-nebak apakah dan mengapa, arah duduk didepanku dua kursi tepatnya aku melihat sepasang muda mudi yang agaknya sedang di mabuk asmara dan mereka berdua duduk seakan tidak mau melepaskan satu dengan lainya, sedikit terdengar dari suara sang pemudi.

“nanti ke Malioboro ya mas”

“ya “ jawab sang pemuda di sebelahnya tanpa juga menghiraukan bahwa banyak mata memandang tingkah keduanya.

Aku hanya tetap berharap bis ini tepat watu untuk menghantarku bertemu sang cinta dirumahku nanti. Bis ini baru tetapi ineriornya aku hanya menduga kok seperti keranda jenazah, ah ini hanya pikiranku terbawa capek bekerja tadi, tetapi sayup-sayup agak terdengar suara  aneh yang aku dengar bukan celoteh penumpang tetapi jeritan, rintihan, dan permohonan, bukan gelak tawa penumpang seperti suara jeritan meminta pertolongan, aku hanya menepisnya ini kebanyakan khayal menurut akal sehatku hari ini.

Aku hanya aneh saja bukan lagu yang didengarkan dalam bis ini, sepertinya ayat-ayat kitab suci yang aku dengar, ah ini hanya nasyid tepisku lagi itu lagu-lagu islami yang setiapsaat aku dengarkan di handphoneku. Hanya saja aku jadi sedikit bingung setiap ada bangku kosong ada penumpang yang masuk  ke bis pasti bau wangi aneh bukan bau AC lagi agaknya bau bungan mawar, dan melati juga kamboja, aku belum sadari ada penumpang yang masuk selalu beserta bau wangi yang menusuk hidungku.

“jangan kaget mas mereka akan sampai tujuannya”

“tetapi..”

“nikmati perjalanan ini saja mas kota  J sudah hampir dekat” hibur penumpang disebelah kiriku ini.

“wangi sekali bis ini”

“tahu kan mas…hanya bau ini  yang menghantar kami”

“menghantar kemana?”

“bis ini menghantar kami”

“pulang ya mas?”

“ya kerumah kami masing-masing” tanpa ekspresi dan menoleh kepadaku penumpang ini mencoba memberikan aku pengertian pulang ya menghantar ke rumah kami masing-masing adalah logis.

“bisnya kaya terbang ya?”

“ya mas”

“kok bisa?”

“rasakan sendiri saja mas…”

Aku kaget dengan jawabannya ini aku coba berpikir logis toh jalan arah ini banyak yang rusak tidak terasa dengan bis ini mungkin masih baru batinku.

“belum pernah naik bis ini?”

“belum”

“pantesan”

“kenapa mas?”

“masih rindu pada istri tercinta di rumah mas?”

“ya benar”

“hanya cinta dan do’a yang tercinta yang bisa membuat kita kembali “

“ke rumah to?”

“kembali pada yang mencintai kita”

Aku juga tidak terlalu menyadari betapa hujan di akhir bulan September ini adalah  membuat laju bis terpapar oleh hujan dan sekitit petir yang membuat seisi bis nampak aku agak kaget ketika cahaya petir masuk dalam bis nampak sekilas pocong kelihatan dalam bis ini aku hanya pikir ilusi saja aku tidak berpikir ada apa dengan bis ini.

“salah bis ini aku”

“tidak mas…”seakan penumpang di depanku menjawab spontan omonganku ini

“benar ya kita ke arah J”

“benar mas…”

“sepertinya ini bis..”

“kami juga senang mas ada di bis ini”

“maksudnya”

“kita sama-sama kembali mas”

“ke J”

“kepada yang mencintai kita”

aku kaget penumpang didepanku juga berbicara begitu apakah aku salah dengar, sedikit ku lihat mukanya pucat seperti kehilangan darah dan nyawa!

“mas masih ada yang merindukan pulang, kami sudah di ikhlaskan pergi”

“maksudnya “

“kami sudah di dunia lain mas”

“jangan bohong mas”

“ke kota J to?”

“ya “

“mas jangan menoleh ya kami antar”

Mengapa mereka diam muka-muka penumpang pada pucat dan tampak beberapa ada yang aneh muka mereka ada yang berdarh dan gosong dan sekan bau wangi bis ini berubah menjadi bau anyir dan darah aku tidak tahu mengapa berubah dan bau daging terbakar busuk bercampur bukan wangi yang semerbak tadi, kondektur itu tiba-tiba sudah didekatku dan bertanya padaku

“mas sudah di G mau turun kan?”

“ya “

“monggo turun “

Belum sempat aku menjawab aku disuruhnya cepat turun dan aku seakan terjatuh di pinggir ringroad di G ini,

“mas sudah siuman ya?”

“dimana ini dirumah mas “

“kok..”

“mas kita jadi ke Malioboro kan?”

“tetapi mengapa aku sudah sampai di rumah ?”

“mas tidak sadar di temukan di ringroad dan kata pak polisi jatuh dari bis  makanya kau jemput dengan mobil mas roby aku tahu mas kelelahan dan saking rindunya padaku ya mas?”

“ tetapi sayang aku naik bis itu!” teriaku ketika melihat tayangan di televisi dan

Ketika aku melihat tayangan di televisi pagi ini aku baru sadari apa yang aku naiki tadi malam, bus AC jurusan W arah  J terjun ke Jurang semua penumpang  tewas semua karena bis terbakar waktu terguling di Jurang di daerah T  berita di televisi ini benar dan aku tidak yakin apakah aku hanya bermimpi menumpang bis ini .

“coba dik aku diambilkan tasku kecil itu”

“ya mas …capek kan? minum dan sarapan dulu, ya aku ambilkan”

“dik aku mencari, carikan dik’ oh tanganku terasa sakit aku coba membuka tas kecilku  dan memerintah istriku untuk mencari tiket di tasku

“cari tiket itu”

“ini mas tiketnya”

“tiketnya dan nomor bisnya sama dengan bis yang jatuh itu kan dik?”

“mas ngaco deh jangan berkayal masih sakit kan jatuhnya dari bis tadi malam?”

“ya sayang, coba beli koran hari ini”

“mas ada-ada saja mungkin bisnya sama mas”

“coba dik carikan aku koran hari ini”

“ya mas”

Istriku bergegas membeli koran di kios depan rumah kami dan benar beritanya menjadi headline koran hari ini”sebuah bis jatuh terguling dan terbakar semua penumpang tidak bisa diselamatkan!”

“mas benar nomor tiketnya sama dengan bis ini”

“aku tidak berkhayal to dik?” dia mencubit pahaku dan aduh  terasa sakitnya

“ya mas” tiba-tiba ada sms masuk di handphone istriku

“mas ini ada layatan tetangga kampung sebelah kita ikut menjadi korban”

“inalillahi wainailalhi rojiuuna”

*nama kota disamarkan…hanya cerita fiktif saja…

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun