Oleh: Andy Laksmana Sastrahadijaya
Versi artikel http://www.kompasiana.com/maliamiruddin/ketika-teroris-berjihad-dengan-kekerasan-kami-berjihad-dengan-tauladan_569dfa80c8afbd2311063bd7 yang ditulis oleh Kompasianer M. Ali Amiruddin ini merupakan variasi artikel yang isinya pada umumnya ditulis oleh seorang Muslim yang secara terang-terangan menyangkal bahwa saudara seiman mereka yang berlainan penafsiran dalam melaksanakan perintah atau ajaran agamanya sendiri sebagai BUKAN saudara dan dengan demikian sebenarnya melanggar firman Allah dan tidak mengindahkan Sunnah Nabi seperti yang secara singkat saya kutipkan penggalannya pada artikel asli yang saya tanggapi itu. Karena komentar singkat saya itu berpotensi untuk menimbulkan kesalahpahaman, saya menuliskan komentar lebih lanjut dalam artikel tanggapan ini agar dapat dicerna dan dimengerti secara lebih baik bagi penulis artikel di atas dan para pembaca K’ners lainnya. Untuk memudahkan, isi artikel dan komentarnya akan disusun dalam bentuk “kutipan dengan komentar langsung di bawahnya” sebagai berikut:
M. Ali Amiruddin (MAA): “Ketika Teroris Berjihad dengan Kekerasan, Kami Berjihad dengan Tauladan”
als: Secara tidak sadar penulis dalam judul artikelnya masih mengakui bahwa yang disebutnya sebagai ‘teroris’ itu sama-sama berJIHAD dengannya, dengan perbedaan kontradiktif yang sebenarnya hanyalah merupakan perbedaan penafsiran belaka.
----------------
MAA: … "engkau berjihad yang katanya melawan negeri kafir" maka kamipun akan berjihad melawan jihad sesat dan sesat pikir mu"…
als: Istilah tepatnya sih bukan ‘negeri kafir’ tetapi ‘orang kafir’ dan saudara seiman yang dengan teganya disebutnya sendiri sebagai ‘teroris’ ini berjihad sesuai dengan petunjuk AQ dan Sunnah Nabi, setidaknya sebagaimana yang dipahaminya. K’er MAA menyebut jihad yang dilaksanakan oleh para saudara seimannya itu sebagai ‘jihad sesat’ dan para pelakunya dilabel dengan ‘sesat pikir’, atau dengan kata lain jihadnya sendiri adalah yang benar dan pikirannya sendiri tidak sesat. Sebaliknya, para ulama mereka pun, jika diberi kesempatan menulis artikel di Kompasiana ini, mungkin akan melabeli golongan Muslim seperti MAA telah melakukan kesesatan fatal, sesuai dengan berbagai dalil AQ, Hadis, yang akan mereka sebutkan. Dan para pembaca lainnya PASTI tidak akan dapat memutuskan yang mana di antara keduanya yang sebenarnya TIDAK sesat karena toh mereka mendasarkan argumentasinya pada sumber yang sama dengan berbeda penafsirannya, dengan dukungan data yang persis SAMA namun terkadang dilihat dengan sudut pandang berbeda, dalam hal ucapan dan tindakan Nabi, misalnya.
-------------------
MAA: …wahai teroris. Teroris bukanlah mewakili agamaku dan agamamu, bukan Islam, Kristen, Budha, Hindu, Konghucu dan lain sebagainya, karena semuanya mengajarkan kesalehan bagi pemeluknya…
als: Para jihadis ISIS itu jelas sekali mewakili agama Islam (baca: tulisan di bendera mereka). Sungguh menggelikan jika dikatakan bahwa mereka ‘mewakili’ agama lainnya. Saudara MAA itu juga menjalani versi ‘kesalehan’ yang berbeda dengan versi ‘kesalehan’ pada jihadis sesama saudara seiman yang secara keliru disebutnya sebagai teroris itu. Lagi-lagi karena berbeda penafsiran belaka.
---------------------
MAA: … agama Islam adalah agama kesejukan dan kedamaian, seperti apa yang Nabi tauladankan kepada pengikutnya, …Nabi Muhammad SAW hanya diperintahkan untuk berdakwah, mengajak, memberi teladan, toh seandainya umat lain tak menerima ajakannya, maka tidaklah ada paksaan untuk mereka. Lanaa a'maluna wa lakum a'malukum. (bagi kami amalan kami, dan bagi kalian amalan kalian)…
als: Sadarlah kawan bahwa rekan-rekan radikal Anda itu sama-sama menjalankan PERINTAH Allah yang ‘diturunkan’ setelah Nabi melakukan hijrah ke Madinah dan meninggalkan PERINTAH yang ‘turun’ sewaktu Nabi masih berada di Mekah. Katakanlah Anda dan mereka sama-sama menjalani SUNNAH Nabi, tetapi Anda menjalani Sunnah Nabi ketika beliau masih bermukim di Mekah dalam perjuangan menegakkan Islam selama 13 tahun dan mereka juga menjalani SUNNAH Nabi ketika beliau atau agama Islam sudah memeroleh kejayaan, dengan perubahan firman Allah yang sebenarnya menggantikan firman sebelumnya, jika tidak mau disebut sebagai ‘tidak konsisten’ dan ‘kontradiktif.’ Tanpa bermaksud membela para jihadis seperti Ustad Abubakar Ba’asyir dan para pengikutnya, setidaknya mereka lebih jujur dan konsisten dalam menjalankan PERINTAH Allah S.W.T.