Mohon tunggu...
Andy Laksmana Sastrahadijaya
Andy Laksmana Sastrahadijaya Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pengamat masalah kemanusiaan dan spiritualitas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hidup seperti Apa Adanya sebagaimana Adanya: Bagian Ke-2

10 Februari 2016   10:33 Diperbarui: 15 Februari 2016   12:59 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pikiran murni bekerja secara sepenuhnya hanya ketika ia sedang diperlukan untuk berfungsi, misalnya ketika sedang mengerjakan soal matematika, fisika, ekonomi, atau mata pelajaran apa saja lainnya; ketika sedang bernegosiasi dengan rekanan dagang, memimpin rapat divisi perusahaan yang Anda pimpin; sedang menyajikan proposal pengajuan kredit usaha di hadapan pejabat bank, dsb., dst. Sayangnya pikiran murni ini hanya bekerja pada diri orang arif dan terkadang pada diri orang yang sedang menuju titik kearifan. Pikiran sebagian besar manusia adalah penuh dengan noda keterkondisian atau kebebanpengaruhan. Pikiran murni yang mendasarkan dirinya pada kesadaran murni ketika orangnya sedang berjalan-jalan akan menikmati keadaan ‘apa adanya sebagaimana adanya’ di sini saat ini, seperti misalnya menikmati cahaya matahari, pepohonan, atau apa saja yang ditemuinya di jalan. Pikiran murni tidak dalam keadaan aktif menamai setiap keadaan atau kejadian. Ketika sekerumunan orang sedang melewati jalur perjalanan orang arif yang berpikiran murni, tubuh orang arif itu tidak akan berbenturan dengan tubuh orang-orang itu karena tubuhnya secara otomatis akan menghindari tubuh mereka atau tubuh mereka secara ajaib akan mengihindari tubuhnya. Sebaliknya, pikiran orang pandir yang terkondisi berat akan selalu mengoceh sendiri ketika seharusnya ia bergembira ria menikmati keadaan di sini saat ini; misalnya, ketika melewati seorang remaja putri berjilbab bergandengan tangan secara mesra dengan pemuda sebaya bergaya K-pop, yang bermata sipit dan berkulit langsat pula, pikirannya segera menyahut dengan ‘ocehannya sendiri’ mengenai ajaran agamanya yang begini dan begitu, si Muslimah itu mestinya begini dan begitu; dan tanpa disadarinya ‘gedubrak’ ia menabrak angkringan tukang sate yang sedang berpapasan secara berlawanan arah dengannya.

Kecerdasan Hidup seperti Apa Adanya Sebagaimana Adanya

Mengapa orang arif yang berpikiran murni seperti yang dicontohkan di atas, dengan tanpa daya upaya sama sekali, dapat terhindar dari benturan tubuh orang-orang yang berpapasan dengannya sedangkan orang yang terkondisi berat pikirannya itu menabrak atau ditabrak oleh angkringan tukang sate itu? Bila Anda merupakan penggemar film serial ‘Star Wars,’ ketahuilah wahai kawan bahwa ‘the Force’ selalu menyertai orang arif itu secara aktif dan tidak demikian halnya dengan orang yang menabrak angkringan orang Madura itu. ‘The Force’ secara bawaan selalu menyatu secara aktif dengan orang arif pada setiap saat dalam kehidupannya sehari-hari sehingga ia mampu hidup berbahagia tanpa beban psikologis apapun; sedangkan sebaliknya orang dengan pikiran penuh dengan muatan keterkondisian itu menanggung banyak penderitaan batin dan fisik dalam kehidupan sehari-hari tanpa pernah mencicipi kebahagiaan sejati; bahkan kegembiraan permukaan pun hanya melewati hidupnya secara sekilas-sekilas saja bagaikan angin mamiri di tepi pantai. (Bersambung)

Rujukan: Bagian Pertama (http://www.kompasiana.com/als/hidup-seperti-apa-adanya-sebagaimana-adanya_54f7525ba3331184358b4580); Kata-Kata Bukanlah ‘Benda’nya (http://www.kompasiana.com/als/kata-kata-bukanlah-benda-nya_54f67cbaa3331137028b4d4c); Bagian Keduanya (http://www.kompasiana.com/als/kata-kata-bukanlah-benda-nya-bagian-dua_54f414897455137d2b6c8615).

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun