Mohon tunggu...
Andy Laksmana Sastrahadijaya
Andy Laksmana Sastrahadijaya Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pengamat masalah kemanusiaan dan spiritualitas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hidup seperti Apa Adanya sebagaimana Adanya

15 Mei 2014   18:38 Diperbarui: 9 Februari 2016   19:01 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Contoh kongkrit lainnya ialah ketika seorang SKR sedang marah (kondisi ‘di sini saat ini’nya) karena difitnah oleh rekan sekantor lalu ia teringat nasihat Pak Pendetanya bahwa ia tidak boleh marah (“what should be”), ‘jika kamu ditampar pipi kirimu, berikanlah pipi kananmu—maksudnya agar ditonjok sekalian’, misalnya begitu. SKR itu lalu menekan kemarahannya (dengan hati masih geram dan penuh dendam, tentunya) dalam batin dan berusaha agar tidak marah (padahal sudah terlanjur marah dan sudah membekas dalam batinnya) dan berusaha bertindak tenang dengan tersenyum-senyum manis (meskipun dengan tangan gemetar menahan marah).

SKT akan menghadapi situasi yang persis sama dengan cara yang sama sekali lain, yakni menghadapi kemarahan dalam dirinya secara ‘jantan’ di sini saat ini dan kemarahan itu pun akan kehilangan energi dan sirna dengan sendirinya tanpa bekas ‘di sini pada saat ini’ juga, lalu ‘fitnah’ itu pun dinetralisasinya dengan tenang dan cerdas. Nah, masalah SKT itu pun selesai di sini pada saat ini juga. Anda tentu sudah dapat melihat akibat yang akan diterima oleh SKR tadi, bukan? Ia akan mengalami konflik antara pikirannya yang ingin menjadikan dirinya penuh kasih dan perasaaan dendam kesumatnya dalam jangka panjang.

Untuk sementara waktu ia mungkin dapat merasionalisasikan konfliknya itu dengan mengalahkan ‘perasaannya’ sendiri (tindakan ‘self-deception’ alias penipuan diri). Karena masalah fitnah itu tidak terselesaikan di sini pada saat ini juga, pemfitnah itu seperti mendapatkan angin surga, lain kali ia akan memfitnah lagi, lah wong yang difitnahnya itu malah tersenyum-senyum kok, begitu mungkin pikirnya. Si SKR yang sama akan semakin parah penderitaan batinnya dan besar kemungkinan akan menjadi frustasi sendiri dan memengaruhi prestasi kerjanya, dsb.

Sebaliknya, tindakan menghindari sesuatu yang buruk yang memang dapat dihindarkan adalah tindakan cerdas yang bijaksana. Misalnya Anda sedang menikmati perjalanan ‘hiking’ pada saat terik mentari siang, dan Anda pun duduk beristirahat sejenak di bawah pohon tua rindang bercabang-cabang, jika kesadaran dan perhatian Anda sedang berada di sini saat ini, Anda akan mendengar jika terdapat bunyi krek-krek-krek cabang pohon yang akan patah dan dalam waktu sekian detik Anda akan menghindar dari pohon itu dengan secepat kilat agar tidak tertimpa cabang pohon.

Bayangkan jika Anda adalah seorang SKR yang sedang galau melamunkan kekasih Anda yang meminta putus hubungan dari Anda. Bunyi ‘krek tiga kali’ tadi tidak akan Anda dengar dan Anda pun mesti diangkut ke UGD RS terdekat sambil meratapi penderitaan Anda, “Sial sudah jatuh tertimpa tangga pula,” gerutu Anda berkepanjangan. Thus, belajarlah untuk menghayati hidup ini ‘di sini saat ini’ secara apa adanya sebagaimana adanya. Kebahagiaan hidup itu adalah sesederhana itu, kawan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun