Mohon tunggu...
alrizki
alrizki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa STIT Fatahillah Bogor

Cecep Hidayat adalah seorang individu yang berdedikasi tinggi dalam menjalani peran sebagai pekerja, pelajar, dan pelayan masyarakat. Lahir pada 3 April 1981, Cecep telah memiliki pengalaman kerja yang panjang, dimulai dari tahun 2003 di SMP Negeri 1 Tanjungsari. Cecep juga sedang menempuh pendidikan yang menuntut kemampuan manajemen waktu yang baik antara pekerjaan, kuliah, dan persiapan ujian PPPK untuk posisi tenaga operator layanan operasional. Sebagai seseorang yang aktif dan peduli terhadap masyarakat, Cecep menginisiasi program KKN bertema "Bhakti Madani (Bakti untuk Masyarakat Adil dan Mandiri)" di Desa Tanjungrasa. Program ini bertujuan untuk memberdayakan infrastruktur desa melalui kegiatan yang berfokus pada kebutuhan masyarakat, seperti pengadaan plang jalan, penanaman pohon, pengadaan tempat sampah, hingga pengecatan dinding mushola. Cecep juga dikenal sebagai sosok yang penuh semangat untuk terus belajar dan berkembang, termasuk membuat buku sebagai salah satu tugas kuliahnya. Dengan komitmen tinggi, Cecep menjadikan ChatGPT sebagai teman belajar yang terpercaya untuk mencari referensi, menyusun ide, dan menyelesaikan berbagai tugas. Kepribadian yang tekun, kreatif, dan peduli terhadap orang lain menjadikan Cecep panutan di lingkungannya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pagi di bukit harapan

26 Desember 2024   09:07 Diperbarui: 26 Desember 2024   09:07 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sinar mentari pagi menyapa lembut di atas Bukit Harapan. Angin segar menerpa wajah Arman yang berdiri di tepi bukit, memandang hamparan sawah hijau yang berselimut embun. Di tangannya, secangkir teh hangat mengepul. Pagi ini, seperti pagi-pagi sebelumnya, Arman mencoba menemukan makna baru dalam hidupnya.

Hidup Arman tidak selalu secerah pagi ini. Dulu, ia sering merasa kalah oleh kenyataan. Beban pekerjaan yang monoton, mimpi yang terasa jauh, dan rutinitas yang membuatnya kehilangan semangat hidup. Tetapi suatu hari, semuanya berubah.

Hari itu, seorang anak kecil menghampirinya di warung kopi desa. Anak itu, bernama Dafa, membawa sebuah layang-layang yang robek. "Om, bisa tolong perbaiki?" pintanya dengan mata penuh harap.

Arman tertegun. "Mengapa tidak minta ayahmu memperbaiki?" tanyanya.

Dafa tersenyum kecil. "Ayahku bilang, kalau sesuatu rusak, kita harus belajar memperbaiki sendiri. Tapi aku belum tahu caranya. Jadi, aku minta Om mengajarkan aku."

Kata-kata sederhana itu menghantam Arman seperti badai. Dalam hidupnya, ia sering merasa rusak dan tak tahu bagaimana memperbaiki. Ia memilih menyerah, alih-alih belajar memperbaiki. Tetapi anak kecil itu, dengan layang-layang robeknya, memberinya pelajaran besar.

Dengan sabar, Arman membantu Dafa memperbaiki layang-layang. Ia mengajari cara mengikat tali yang kuat, menambal kertas robek, dan memastikan layang-layang bisa terbang lagi. Ketika layang-layang itu akhirnya melayang di udara, tawa Dafa menggema di langit. "Lihat, Om! Aku bisa!"

Sejak hari itu, Arman bertekad untuk memperbaiki "layang-layang" hidupnya. Ia mulai bangun lebih pagi, merencanakan harinya dengan lebih baik, dan berusaha melakukan hal-hal kecil yang membangun semangat. Ia menyadari, hidup adalah tentang mencoba, belajar, dan terus memperbaiki apa yang rusak, bukan sekadar meratapi kerusakan.

Kini, di Bukit Harapan, Arman tersenyum. Ia tahu hidupnya mungkin tidak sempurna, tetapi ia sedang belajar terbang lagi, seperti layang-layang Dafa. "Hari ini, aku akan melakukan yang terbaik," bisiknya pada diri sendiri, sebelum melangkah turun dari bukit, membawa semangat baru untuk menghadapi hari.

Pesan:
Setiap pagi adalah kesempatan baru untuk memperbaiki apa yang telah rusak, membangun semangat, dan melangkah maju. Seperti mentari yang selalu terbit, hidup kita juga selalu punya harapan untuk menjadi lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun