Mohon tunggu...
Alrdi Samsa
Alrdi Samsa Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa Pascasarjana Politik Pemerintahan UGM

Penulis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Buruh dan Hal-hal yang Belum Selesai

1 Mei 2017   17:07 Diperbarui: 1 Mei 2017   17:47 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perang dunia pertama merupakan awal dari dinamika serikat buruh di dunia pada umumnya dan khususnya di Indonesia. John Ingleson dalam bukunya Buruh, Serikat dan Politik mengatakan bahwa era 1910 dan awal 1920 merupakan masa dinamis dalam kehidupan politik dan gerakan buruh di Indonesia. Para kaum buruh di Indonesia yang notabene masih terpecah belah oleh pergerakan pemerintah Hindia-Belanda pada saat itu sudah sampai pada penuntutan sistem pengupahan yang lebih adil dari majikan mereka sendiri, seiring dengan naiknya harga-harga dan berkurangnya pekerja terampil yang sesuai. Hal ini membuktikan bahwa sejarah serikat buruh sudah diawali dari sebelum Indonesia merdeka.

Ingleson mengatakan Raden Panji Suroso merupakan salah satu pejuang serikat buruh yang berpengaruh di tanah Jawa. Suroso berhasil memimpin pemogokan buruh kereta api pada Mei 1923, dengan pengalamannya bergabung dengan Sarekat Islam dan kemudian pernah memegang jabatan sebagai kepala serikat buruh pegawai pribumi cabang Probolingo, Suroso bisa dengan mudahnya membuat pegawai buruh kereta api mogok total.

1 Mei 2017, merupakan hari bersejarah, hari dimana kesatuan tekad, keinginan, kebersamaan dan persaudaraan buruh bersatu menjadi satu kesatuan yang terintegrasikan oleh sama rasa dan sama rata. Negara memperingati hari ini menjadi hari buruh nasional karena ingin mempertegas kedudukan dan fungsi buruh yang sangat penting dalam elemen masyarakat Indonesia.

“Lantas sejauh ini, apakah pemerintah Indonesia telah menghargai

sepenuhnya hak-hak yang harus didapatkan oleh kaum buruh?

Dan apakah buruh di Indonesia telah benar-benar bersatu memiliki sifat sama rasa?”

Sejauh ini, sistem ekonomi-politik yang diterapkan di Indonesia adalah ekonomi kapitalisme neoliberal. Max haiven dan Alex Khasnabish (2014:10) yang dikutip oleh Marsen Sinaga dalam bukunya pengorganisasian rakyat dan hal-hal yang belum selesai mengatakan bahwa “Menguatnya neoliberalisasi telah menyebabkan semakin tunduknya pemerintah pada keinginan modal, ketika layanan dasar dari pemerintah dikurangi atau diprivatisasi, masyarakat menjadi semakin individualis dan semakin masuk dalam logika uang, membuat semakin banyak orang dibiarkan sendirian menyelamatkan dirinya yang berhadapan dengan situasi hidup yang makin meburuk di bawah sistem pasar bebas.” Hal ini menegaskan bahwa kaum buruh yang notabenenya kaum pekerja terkungkung oleh iklim kapitalis.

Data yang dirilis oleh Oxfam yang kemudian dikutip oleh Marsen Sinaga menyebutkan bahwa sebanyak 2% penduduk terkaya di dunia menguasai 48,5% kekayaan, 24% lainnya menguasai 43,5% kekayaan, sedangkan mayoritas penduduk yaitu 74% hanya mengakumulasi 8% kekayaan. Bagaimana di Indonesia? Sama saja tidak jauh berbeda.

Ironisnya di Indonesia, semua instrument dipakai dan juga dimanfaatkan oleh kaum burjois untuk membius, meninabobo, dan menghegemoni semua orang sehingga tunduk dan mempraktikan nilai individualisme, kebebasan individu, persaingan saling mengalahkan, konsumtivisme dan hedonisme. Peraturan Presiden, sistem pendidikan, berita dan undang-undang merupakan sarana dari instrument yang dipakai oleh kaum-kaum burjois. Itulah realita sosial yang ada di Indonesia yang mengakibatkan aktivitas sosial buruh menjadi terkekang, terkurung dengan cara berfikir kapitalis dan terdiam oleh penguasa.

Banyak ketidak-adilan yang dilakukan perusahan swasta baik asing maupun dalam negri terhadap buruh. Seperti dikutip dari http://bisnis.liputan6.com perusahaan Nike yang merupakan perusahaan terbesar di dunia menjual kaos tim olahraga Inggris seharga US$ 150 atau Rp 1,7 Juta tapi hanya menggaji buruh pabrik dengan bayaran Rp. 5.600 per jam untuk memproduksi kaos tersebur, tetesan keringat yang keluar tidak sebanding dengan apa yang seharusnya didapat.

Kita bersyukur secara organisasional dan finansial gerakan buruh Indonesia atau yang sering kita dengar Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia semakin kuat dibandingkan dengan sebelumnya. Ingleson mengatakan bahwa agenda utama buruh Indonesia adalah peningkatan upah dan kesejahteraan buruh, serta membangun jaminan sosial yang lebih kuat. Bagaimanapun Indonesia adalah bekas negara jajahan dan aktivisme buruh menjadi bagian tak terpisahkan dalam politik nasionalis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun