-masalah hadir sebagai tolak ukur penerimaan kita
Kita luruskan terlebih dahulu tentang penyerapan kita pada akar dari peristiwa yang telah berlalu. Kita coba ikhlaskan terlebih dahulu segala kejadian yang telah menimpa dan telah terlewati. Coba renungkan segala kedalaman masalah yang hadir dari setiap alur cerita yang berlalu. Mungkin, dari hal tersebut kita telah belajar banyak terkait dengan sikap dan penerimaan kita atau justru, kita menolak hadirnya masalah dan menganggap masalah adalah kutukan buruk yang enggan untuk kita terima?
Premis utama yang harus kita garis-bawahi terlebih dahulu adalah tentang pola pikir serta cara pandang terhadap masalah. Kebanyakan diantara kita terlanjur merasa rumit dan kalap jika berhadapan dengan masalah, tentunya sesuatu yang kemudian hadir dan bisa dikatakan sebagai masalah adalah hal penting dalam ranah kehidupan kita. Oleh sebab itu maka coba kita lihat lebih dalam kembali tentang segala hal yang kita anggap 'masalah' benarkah hal tersebut penting?
Untuk lebih mengerti tentang kadar penting atau tidaknya masalah tersebut pertama coba berkomunikasilah dengan diri sendiri. Terkadang kita larut dalam rasa sakit, membiarkan serta membiaskan penderitaan karena kita tidak pernah memiliki keinginan untuk menuntaskannya. Adanya sikap tersebut, tidak lebih karena kita takut dan tidak membiasakan diri untuk berkata jujur terhadap apa yang menjadi masalah. Terkadang kita lebih suka berkata bohong dengan alasan untuk melindungi diri, dari pada berkata jujur dengan alasan akan lebih menyakitkan.
Alhasil, yang sampai pada diri sendiri adalah kemuakan luar biasa, kemunafikan yang sangat dahsyat dan semua hal tersebut mengganggu diri, kenyamanan dan lingkungan-mu. Inilah yang kemudian banyak orang akhirnya memutuskan untuk lebih memilih mengkhianati diri sendiri dan bahkan enggan kembali untuk menjalani rutinitas yang bernilai positif bagi dirinya, karena terpuruk oleh hiruk-pikuk penyelesaian masalah yang salah.
Bekomunikasi pada diri sendiri adalah kunci dari segala carut-marut, kekecewaan dan kebisingan permasalahan yang ada dalam lingkup kita. Karena pada dasarnya, masalah itu datang dari diri sendiri, kita menganggap sesuatu hal tersebut masalah atau bukan, tergantung pada penerimaan, pengungkapan, dan penyikapan kita pada hal tersebut. Jika kita anggap hal tersebut tidak penting, maka hal tersebut tidak menjadi masalah. Pun sebaliknya, jika hal tersebut kamu anggap penting maka akan menjadi masalah.
Tinggal kita harus memilah, dan bersikap tidak peduli terhadap beberapa konteks yang ada dalam hidup kita untuk meminimalisir keruwetan berpikir kita terhadap masalah. Diri sendiri yang bisa menakar, menentukan serta menimbang kadar untuk setiap masalah yang hadir. Dan yang paling harus kita ingat adalah kita tidak bisa memperlakukan orang lain, atau pun mengharapkan orang lain berprilaku sesuai dengan apa yang kita inginkan.
Kita adalah makhuk yang hanya bisa belajar memaklumi dan memahami serta mencoba berkomunikasi dengan sebaik-baiknya dengan setiap orang yang ada dalam lingkup kehidupan kita. Kita harus sadar sepenuhnya bahwa, kita tidak bisa membentuk seseorang berdasarkan kemauan kita. Tapi kita bisa memberikan pemahaman dengan cara seluwes mungkin agar semua orang setidaknya mengerti atas hal yang akan kita perlakukan.
Filter segala hal yang ada dalam lingkup kita, pilah dan maknai setiap hal berdasarkan tingkat rasionalitas kita. Tuhan adalah kreator terbaik bagi setiap insan yang telah diciptakan, dan manusia adalah salah satu makhluk yang memiliki akal dan landasan berpikir sangat rasional. Maka gunakan, seimbangkan emosi dalam hati dengan rasionalitas berpikir. Semoga senantiasa bisa memilah mana yang 'seharusnya dipedulikan' dan yang 'tidak seharusnya dipedulikan'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H