Pada era modern ini, Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan dalam hal demokrasi dan hak asasi manusia. Namun, sayangnya, masalah pelanggaran hak asasi manusia yang melibatkan praktik penyiksaan oleh aparat keamanan masih menjadi isu yang memprihatinkan. Dugaan penyiksaan terhadap narapidana di Lapas Pakem dan upaya penangkapan paksa serta kekerasan yang di lakukan oleh Kepolisian Resort Nagekeo adalah contoh nyata pelanggaran hak asasi manusia yang membutuhkan perhatian serius. Praktik penyiksaan semacam ini tidak hanya merusak citra negara, tetapi juga melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia yang mendasar.
Penyiksaan oleh aparat keamanan adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Hak asasi manusia, yang seharusnya dihormati dan dilindungi oleh negara, meliputi hak hidup, kebebasan dari penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi atau yang merendahkan martabat manusia, dan kebebasan dari penahanan semena-mena.
Pelanggaran ini mencerminkan ketidakpatuhan terhadap instrumen hukum internasional, termasuk Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Konvensi Hak Sipil dan Politik, dan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia.
Praktik penyiksaan oleh aparat keamanan biasanya dilakukan dengan tujuan memperoleh pengakuan atau informasi dari tersangka. Namun, metode semacam itu tidak hanya tidak manusiawi, tetapi juga tidak efektif dalam mendapatkan kebenaran. Sebagai negara demokratis yang bertujuan melindungi hak-hak individu, Indonesia harus mengecam dan menghentikan praktik penyiksaan ini.
Selain itu, praktik penyiksaan juga memberikan dampak negatif yang luas terhadap masyarakat. Hal ini menciptakan ketakutan, trauma, dan ketidakpercayaan terhadap aparat keamanan. Kekerasan dan penyiksaan oleh aparat keamanan justru berpotensi memicu siklus kekerasan yang lebih luas dan merusak upaya membangun masyarakat yang adil dan demokratis.
Menurut saya, untuk menangani masalah ini, diperlukan tindakan tegas dan komitmen yang kuat dari pemerintah dan lembaga penegak hukum di Indonesia. Pertama, aparat keamanan harus diberikan pelatihan yang lebih baik mengenai hak asasi manusia dan prinsip-prinsip penegakan hukum yang adil. Mereka harus menyadari bahwa pengakuan yang diperoleh melalui penyiksaan tidak dapat diterima dan bahwa tindakan semacam itu melanggar hukum.
Selanjutnya, perlu adanya penegakan hukum yang tegas terhadap aparat keamanan yang terlibat dalam penyiksaan. Penegakan hukum yang tidak berpihak dan independen harus dilakukan untuk menjamin keadilan bagi korban dan mencegah terulangnya praktik penyiksaan di masa depan.
Seluruh masyarakat juga memiliki peran penting dalam menangani masalah ini. Masyarakat harus berani melaporkan praktik penyiksaan yang mereka alami atau saksikan. Diperlukan kesadaran kolektif untuk menolak dan mengutuk praktik penyiksaan demi memastikan bahwa hak asasi manusia dihormati dan dilindungi oleh semua pihak.
Dalam upaya menyoroti praktik penyiksaan oleh aparat keamanan di Indonesia, media, LSM, dan individu-individu yang peduli terhadap hak asasi manusia harus berperan aktif. Mereka harus membangkitkan kesadaran publik, mengungkap kebenaran, dan menekan pemerintah untuk mengambil langkah-langkah tegas guna mencegah pelanggaran HAM.
Dalam menghadapi tantangan ini, Indonesia harus memperkuat sistem hukum dan lembaga penegak hukumnya. Komitmen untuk melindungi hak asasi manusia harus ditanamkan secara mendalam dalam struktur dan budaya aparat keamanan. Hanya dengan menjamin penghormatan terhadap hak asasi manusia, Indonesia dapat melangkah menuju masyarakat yang adil, demokratis, dan berkeadilan.