Di pagi yang masih buta, dari kejauhan, sayup sayup mulai terdengar sahutan suara ayam,pertanda akan tibanya sang fajar. Tak lama suara adzanpun mulai berkumandang memecah kesunyian, perjalanan mencari wua kawi (buah kusta)pun terhenti. Mencari buah kawi adalah salah satu aktifitas yang sering dilakukan oleh anak-anak sebayaku. Dikampungku, di setiap musim wua kawi di malam hari, di setiap rumah dan sudut kampungku pasti ditumbuhi pohon kusta yang menjulang tinggi, dan sudah menjadi kesepakatan bersama, jika ada buahnya yang matang jatuh sendiri dari pohonnya maka menjadi milik umum dan orang pertama yang mengambilnya berhak memilkinya.Buah yang didapat bisa dijual kembali ataupun dimakan sendiri setelah diolah. Karena itulah, tengah malam menjadi momen yang tepat untuk melakukan perburuan buah tersebut karena jarang orang. Perburuan itu menjadi salah satu aktifitasku disaat kecil.
Kupaksakan kakiku melangkah kearah surau kecil untuk menunaikan kewajiban di subuh hari, Tubuhku menggigil setelah sebelumnya sebagian anggota tubuhku dibasahi air wudhu dari pancuran, ditambah semilirnya angin yang meniup sepoi-sepoi sehingga kusegerakan memasuki surau. Setelahku kirimkan beberapa potongan kata harapan kepada sang Khalik, hasil pencarian malam ini segera kukemas, dan bergegas berjalan menuju pasar untuk menjualnya. Biasanya ibu sudah lebih dulu tiba dipasar, menjual hasil lading,pada beliau lah kititipkan hasil ‘buruan’ ku untuk dijual. Gelap beranjak terang, ku pamit untuk segera pulang karena harus sekolah, setelah sebelumnya tak lupa beliau sisihkan barang yang bisa djual di sekolah Inilah salah satu cara orang tuaku memberi uang jajan, ketika barang jualannya habis maka keuntungan yang ada menjadi milikku.
Saat itu aku masih duduk dibangku SD kelas 4, disebuah sekolah dasar Inpres dikampungku. Kebiasaanku sebelum bel masuk dan mulai belajar berbeda dengan kebiasaan teman temanku. Kantin adalah salah satu tempat favorit anak-anak , tempat ditukarnya uang yang mereka miliki dengan jajanan yang ada.Lain halnya denganku, kantin juga adalah tempat favorit ku, dengan duduk bersebelahan bersama penjual lainnya, kujajakan barang daganganku. Pagi yang ramah, walaupun belum terjual habis tapi setidaknya membuatku semangat untuk menyambut hari ini.Bel masukpun berbunyi, kukemasi barang dagangan, masuk berbaris di antara teman-teman yang lain merupakan kebiasaan sebelum masuk ke ruangan kelas. Pelajaran dipagi ini membuatku semakinbersemangat.Pelajaran sejarah yang menceritakan kegigihan para pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini. Hal yang paling membuatku tertarik adalah para penjajah yang saat itu telah memiliki perlatan canggih,membuatkuberpikir, mereka yang memilki kendaraan berlapis baja serta dilengkapi dengan persenjataan modern, ternyata tidak menyurutkan semangat para pejuang.
Akhirnya belpun berbunyi, pertanda pelajaran sudah usai.Satu persatu siswa mulai berhamburan keluar dari ruangan, berebut menuju kantin tercinta. Aku ikut berlari menuju kantin, untuk menjajakan sisa jualanku. Tak lama kemudiandatanglah mereka,dua orang sahabat terbaikku, selain sebagai pelanggaanku tentunya. Setelah mencicipi beberapa daganganku, tiba-tiba mone bertanya pada habe, ingin jadi apa setelah besar nanti. Dengan lantang Habe menjawab, ia ingin meneruskan profesi ayah dan keluarganya, menjadi petani yang sukses, yang selalu mendapatkan hasil setiap panen, (itulah sebab uang jajannya selalu berlimpah). Mone yang tak mau kalah berkata ingin memiliki banyak kuda untuk dijadikan benhur (kereta yang ditarik oleh kuda), dan karena orang tuanya sudah memilki beberapa kuda, Mone ingin bisa mengembangkannya. Kemudian kedua sahabatku, dalam waktu yang hampir bersamaan menoleh kearahku,seolah bertanya ‘lalu bagaimana denganmu, ingin menjadi apa setelah besar nanti?’. Sejenakku berpikir, terbeist iri pada mereka yang sudah memiliki gambaran optimis akan masa depan mereka dengan dimodali latar belakang mereka. Sedangkan aku, sawah yang dimilikipun hanya beberapa petak kecil, kuda sudah tak punya. Sepintas terlintas tentang pelajaran sejarah yang tadi kupelajari, mengenai para penjajah yang sudah memiliki alat-alat yang canggih, yang berarti dinegri merekapun pasti sudah canggih. Jauh berbeda dengan kampungku ini, jangankan untuk naik kendaraan yang namanya mobil, melihatnyapun jarang. Akhirnya dengan tenang ku katakan kepada mereka, bahwa setelah besar nanti aku ingin pergi ke negeri Jepang, untuk belajar. Tak ayal gelak tawapun riuh terdengar dari mulut mereka, dikatakan bahwa cita-citaku aneh.Tak apalah. Namanya juga keinginan dan cita-cita, hanya dengan kekuasaan Allah semuanya bisa tercapai atau tidak.
Seiring berjalannya waktu, kebersamaan kamipun semaikin merenggang. Menginjak masa SMP, para sahabatku harus keluar sekolah untuk membantu orang tuanya. Habe terjun ke dunia pertanian, mengelola hasil taninya. Mone mengurusi kuda orang tuanya, sedangkan aku bertahan di bangku sekolah dengan harapan yang masih terkemas dengan apik dalam benak. Hanya satu pikirku, semoga dengan pendidikan yang serba terbatas dan kekurangan ini bisa merubah nasibku dimasa yang akan datang….
10 tahun kemudian….
Waktu yang cukup lama yang bisa membuat segala sesuatu berubah.Cukup lama ku merantau meninggalkan kampung, orang tua, dan para sahabatku tercinta, membuat rasa rasa rindu menumpuk tak terukur. Tiga hari tiga malam perjalanan yang cukup melelahkan dan lama, , melewati dan menyeberangi bebarapa selat yang cukup ganas dengan arusnya yang deras. Melewati pinggiran gunung dan jurang yang tidak bersahabat, ituah gambaran perjalanan pulang kampung menuju Indonesia timur.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, hilang dengan seketika rasa lelah dan penat, ketika kaki inimelangkah turun dari bis. Alamku seakan mengerti akan kedatanganku. Terlihat didepan jalan, parkiran benhur memenuhi pinggir jala, kutempuh lagi perjalanan yang cukup jauh dengan menggunakan benhur, karena berbeda jalur dengan bis yang tadi ku tumpangi.Bersama dengan beberapa penumpang lain aku menaiki salah satu benhur yang ditarik oleh seekor kuda besar dan tinggi.Ku pilih benhur itu dengan harapan bisa cepat sampai. Sembari menikmati pemandangan disawah yang mulai menguning,pertandaakan tibanya masa panen(bahkan ada yang beberapa yang sedang dan sudah dipanen). Seketika kenikmatan ku terusik, ada yang aneh dengan sopir benhur ini.Saat kuperhatikan, ternyata sedari tadi beliau diam-diam memperhatikaku lewat kaca spion yang berada didepannya, sesekali aku menangkap tatapan matanya dikaca spion tersebut yang membuat beliau tersipu malu. Ditengah perjalanan beberapa penumpang lain turun, tinggallah aku dengan sang sopir benhur.Kudapun dipacu dengan kencang, seakan sopir tau keinginanku untuk cepat sampai. Tiba-tiba, diujung jalan menuju persawahan,seseorang melambaikan tangannya sebagai tanda ingin menumpang.Benhurpun berhenti, ku bergeser maju agar beliau bisa naik.selang setelah kuda kembali berpacu, merekapun saling bercakap, ternyata mereka sudah saling mengenal.Tak begitu kuhiraukan karena sedang menikmati pemandangan menuju kampungku, tidak jauh berbeda ketika kecilku dulu. Ditengah perjalanan, tiba-tiba hatiku tersentak kaget, saat mereka bercanda dan saling menyebutkan nama,nama yang masih ku ingat benar. Ternyata mereka adalah mone dan habe sahabat kecil terbaikku.Tak kuasa bibir untuk menyapa, matapun berkaca tak kuasa menahan rasa haru dan bahagia, Ditengah perjalanan dekat tempat pemandian kuda aku meminta berhenti padahal tujuan belum lah sampai.Ku pegang pundak mereka sembari bertanya, ‘ingatkah kalian padaku?’.Anggukkan kepala tanpa suara menandakan mereka ingat.Pertemuan tiga sekawan kembali terulang dengan masa yang berbeda.Aku hampir tak bisa mengenali mereka. Sungguh bahagia, setelah sekian lama berpisah, saling bertanya keadaan masing masing menjadi pengisi pertemuan kami.Mone dengan tersenyum menunjuk kearah tempat pemandian kuda.Terlihat beberapa kuda miliknya yang sedang dimandikan, sementara Habe rupanya sedang mencari truk pengangkut untuk mengangkut hasil panennya. Peristiwa yang sama dimasa yang berbeda, merekapun selang bersamaan melihat kearahku. Dengan nada optimis, , ku katakan kepada mereka bahwa aku akan ke jepang. Berkaca mata mereka, sahabat sahabat kecilku. Tak disangka, ternyata apa yang pernah kami ucapkan dan cita-citakan dulu tercapai.
Mone sekarang telah memilki beberapa kuda, Habe menjadi petani yang sukses yang selalu berlimpah dengan hasil panennya, dan aku yang masih diberi kesempatan, belajar mancari jati diri di negeri sakura.
Ucap, tulis, dan pahatkan harapan dalam bentuk usaha. Katakan ketika sadar semua apa yang ingin dicapai.Sudah tidak ada waktu mengkaji mimpi diwaktu tidur untuk hal yang akan diraih di masa depan. Ucapan adalah doa, otoritas Allah yang akan mengabulkannya, manusia hanya berusaha untuk melewati prosesnya. Jangan memihak pada kekurangan yang ada pada diri, yang bisa menghambat suatu impian mencapai keberhasilan. Asah kemampuan serta potensi luar biasa yang ada dalam setiap pembuluh darah. Semangat.
Okayama, Japan
17 Maret 2010
Al Raf Bima
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H