Sejak pertama kali mendengar lagu-lagunya pada album Telisik (2014), kemudian disambung dengan mendengar lagu-lagunya pada album Lintasan Waktu (2017), rasa-rasanya, Danilla melulu curhat soal kisah cintanya yang tak sampai. Paling jauh, lirik pada lagu-lagu tadi "cuma" merupakan cerita tentang pertemanannya. Yaa, kira-kira, begitulah tanggapan orang yang-tidak-mendengarkan-Danilla-secara-sengaja.
Tentu saja ini sering terjadi. Sama seperti ketika Kangen Band mengisi penuh speaker-speaker musik di nusantara dengan lagu-lagunya, yang membuat kita semua tahu lirik lagu-lagu mereka sekalipun kita tidak pernah memutar lagu-lagu itu di Winamp atau Jukebox. Yaa, Danilla juga mengalaminya. Kemudian, Danilla juga ikut mengalami masa-masa ketika banyak diundang media untuk melakukan wawancara seperti Kangen Band dulu. Sampai akhirnya, pada sebuah wawancara yang videonya tayang di youtube, Danilla bicara soal lagunya yang berjudul Junko Foruta. Jleb! Sebuah tanya muncul, "Ada, ya, lagu itu?". Nah, sejak itu, tanggapan si orang yang-tidak-pernah-mendengarkan-Danilla-secara-sengaja tadi menjadi berubah. Ternyata, lirik pada lagu-lagu Danilla bukan "cuma" merupakan curhat soal kisah cintanya yang bertepuk sebelah tangan.
Danilla semakin dikenal dan follower-nya terus bertambah sewaktu albumnya yang berjudul Fingers (2019) rilis. Seiring dengan itu, si orang yang-tidak-pernah-mendengarkan-Danilla-secara-sengaja tadi ternyata semakin dalam mengulik tentang si Penyanyi. Alhasil, Danilla yang semula menurutnya adalah perempuan yang gemar curhat lewat lagu-lagunya kini menjadi sosok yang rumit. Apalagi sesudah Fingers keluar.
"Gelap", itulah kata si orang yang-akhirnya-mendengarkan-Danilla-secara-sengaja tadi terhadap Fingers, "Bukan lagu-lagunya atau liriknya. Danilla-nya!". Oh, ternyata perkataannya itu bukan terhadap Fingers semata. Wow! Ini mengejutkan. Danilla Jelita Poetri Riyadi, yang literaly jelita itu, gelap? Tunggu! Tunggu dulu, Ferguso! Memang, dalam beberapa wawancara-nya yang juga tayang di youtube, Danilla berkata bahwa dirinya yang asli ada pada album Fingers itu. Tidak seperti dua album sebelumnya karena terdapat banyak campur-tangan Lafa Pratomo, seorang produser musik, di sana. Terutama Lafa hadir sebagai penulis lirik pada sejumlah lagu. Jadi, menurut Danilla, Fingers adalah Danilla yang sebenarnya. Tapi, masa iya, Danilla se-gelap itu? Lagipula, gelap yang bagaimana maksudnya? Apa gelap seperti-mati-lampu-ya-sayang-nya Nassar?
Ya. Danilla memang se-gelap itu. Ia gelap seperti-mati-lampu-ya-sayang-nya Nassar itu. Ia gelap karena lampu-lampu di sekitarnya padam. Ia gelap karena kesulitan menerima cahaya sekaligus kesulitan membuat cahayanya sendiri. Kenapa? Karena ia sendiri yang menyebut bahwa Fingers adalah "filter" baginya untuk melihat siapa saja yang memang mendengarkan lagu-lagunya. Ia sengaja "menyingkirkan" Lafa dari pengerjaan album ke tiganya itu. Artinya, sebagai Penyanyi, yang mau tak mau mesti menjadi public figure juga, Danilla hendak tahu, siapa yang menjadi follower-nya karena karyanya dan siapa yang menjadi follower-nya karena alasan lain yang tidak ada hubungannya dengan karyanya.
Dari wawancara berbeda, Danilla mengungkapkan kegelisahannya sebagai orang terkenal di negeri ini. Penampilannya (tato, tubuh dan cara berpakaian) sering dikomentari orang-orang secara barbar. Terlebih ia sering tampil (sengaja ataupun tidak) dengan rokok dan bir. Ya, ia literally dikomentari dengan barbar. Paling sering, mungkin, Danilla mendapat body shaming. Ia bisa muntah-muntah dibuat komentar-komentar yang demikian, katanya dalam wawancara lain. So, wajar saja jika ia menggunakan Fingers untuk memisahkan orang-orang yang mengidolakannya sebagai musisi dari orang-orang yang cuma "menikmati" penampilan fisiknya. Hanya saja, si orang yang-akhirnya-mendengarkan-Danilla-secara-sengaja tadi, tetap tak tahan mendengar Fingers saking gelap-nya album itu baginya. Ia kemudian kembali mendengarkan playlist-nya yang sudah tiga kali bongkar-pasang selama 2022 ini.
Semalam, 6 Mei 2022, kurang lebih pukul sepuluh malam, Danilla mengunggah sebuah poto yang berisikan Ariel Noah di dalamnya. "Kak Ariel udah nonton video clip Kiw ... Kalian gimana?", tulis Danilla untuk unggahannya itu. Secepat kilat, si orang yang-akhirnya-mendengarkan-Danilla-secara-sengaja tadi meluncur ke youtube untuk melihat video clip yang dimaksud. Berkat beberapa hal, si orang yang-akhirnya-mendengarkan-Danilla-secara-sengaja itu jarang buka medsos. Ia ketinggalan berita bahwa Danilla punya album baru. Judulnya Pop Seblay (2022). Sesuai dengan unggahan Danilla tadi, lagu pertama yang diputar adalah Kiw (atau, KIW?).Â
Sebelum lagu ke dua mulai, si orang yang-akhirnya-mendengarkan-Danilla-secara-sengaja itu berdiri dari depan laptopnya, berjalan mendekati dispenser lalu merobek sebungkus cappucino. Di luar gerimis. Hujan belum habis. Sekarang pukul tiga pagi. Cappucino itu adalah penghangatnya walau kerut di keningnya, karena memperhatikan lirik lewat speaker seukuran botol mineral 600 ml itu, seharusnya bisa menjaga kehangatan tubuhnya. Tetapi tidak. Ia malah membakar sebatang rokok lagi untuk menjaga konsentrasinya sambil bolak-balik dari situs web Danilla ke situs google untuk melihat lirik dan melihat keterangan soal album itu.
Dalam, situs web Danilla itu tertulis, seblay adalah keadaan ketika kita selesai makan enak trus merokok trus ditiup angin. Tertera juga di sana bahwa album ini adalah ajang lepas kangen Danilla bersama teman-temannya karena sekian lama tidak bisa berkumpul dibuat pandemi. Oleh karena itu, Lafa kembali terlibat dalam proyek ini. Semua sepertinya sudah jelas. Namun, si orang yang-akhirnya-mendengarkan-Danilla-secara-sengaja ini tetap mengerutkan keningnya. Ada yang ganjil baginya. "Sama", katanya di pertengahan album. Apanya yang sama, tuan? "Ssssttt!", balasnya dengan menutup bibirnya dengan telunjuk.
Satu jam berlalu. Sudah hampir jam empat pagi. Si orang yang-akhirnya-mendengarkan-Danilla-secara-sengaja ini mulai kepayahan melawan kantuknya. Ia kehabisan energi untuk memperhatikan lagu Berat Badan, Di mana?, Fel D 1 dan Dungu-Dungu karena lagu-lagu itu adalah lagu-lagu yang ditulis oleh Danilla sendiri. Sisanya, ditulis secara "keroyokan". Sempat dirasakannya ada yang berbeda dari lagu-lagu yang ditulis oleh Danilla dengan lagu-lagu yang ditulis secara "keroyokan" itu karena ada lagu-lagu yang ditulis secara "keroyokan" itu yang mengandung prolog dan ada lagu yang mengalami perubahan genre dari lagu-lagu yang jazzy itu menjadi dangdutan. Sedangkan lagu-lagu yang ditulis sendiri oleh Danilla terasa sekali Danilla-nya.
Paling tidak, keterangan yang dicantumkan pada situs web Danilla sesuai dengan yang terdengar. Bahwa POP SEBLAY adalah koleksi lagu yang memadukan sisi elegan dari album-album sebelumnya dengan aransemen lebih riang, lirik lebih lugas, serta sifat cuek dan apa adanya yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari sang Penyanyi. Dari sana sudah tergambar bahwa lagu-lagu di album sebelumnya, yang cenderung akustik-folk, bakal dilahirkan ulang sebagai lagu-lagu yang cenderung akustik-folk-jazz. "Tetap saja. Walaupun Lafa kembali terlibat dan album ini adalah proyek seru-seruan untuk melepas kangen (seharusnya mereka sudah memberi cahaya bagi Danilla agar musiknya tidak gelap lagi), dia tetap curi-curi kesempatan untuk menunjukkan kegelapannya", kata si orang  yang-akhirnya-mendengarkan-Danilla-secara-sengaja sambil merebahkan badannya di sofa. Hah? Trus ini bagaimana? "Kalau Danilla se-gelap itu, cowok yang cocok dengannya yang gelap juga atau malah yang terang, ya?", balasnya pula tanpa menjawab. "Ah, kayaknya cocok sama yang gelap juga".Â