Saya sempat kaget tentang berita merebaknya kontroversi tentang kuesioner yang berisi gambar alat vital yang harus diisi oleh siswa-siswi SMP dan SMA. Setidaknya ada dua hal yang menjadi perhatian saya. Pertama, kuesioner ini dianggap vulgar dan kedua tujuannya disebut-sebut sebagai mengukur besarnya alat vital. Beberapa waktu lalu saya terlibat dalam pelaksanaan program UKS. Salah satu hal yang dilakukan dalam UKS itu adalah screening atau uji tapis gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Ada beberapa aspek yang dinilai seperti tinggi badan, berat badan, tingkat perkembangan kognitif, kesehatan jiwa, dan yang sekarang menjadi kontroversi adalah perkembangan kematangan seksual. Khusus untuk perkembangan seksual, cara menilai apakah seseorang sesuai tingkat kematangan seksual adalah dengan memakai skala Tanner. Skala ini pertama kali diperkenalkan oleh James Tanner, melalui dua publikasi ilmiah berikut:
- Marshall WA, Tanner JM. Variations in the Pattern of Pubertal Changes in Boys. Arch Dis Child. 1970 Feb 1;45(239):13–23.
- Marshall WA, Tanner JM. Variations in pattern of pubertal changes in girls. Arch Dis Child. 1969 Jun;44(235):291–303. PMID: 5785179
Skala Tanner untuk laki-laki dan perempuan
Penilaian melalui skala Tanner ini dipakai secara luas di dunia medis untuk menilai perkembangan dan maturasi atau kematangan seksual dan sama sekali tidak pernah dipakai untuk klasifikasi besar alat kelamin. Contoh, seorang siswa usia 15 tahun, laki-laki, ternyata mempunyai kematangan Tanner I. Tentu kita bisa menyangka bahwa ada gangguan perkembangan maturasi. Gangguan ini akan selaras dengan parameter lain. Anak yang gangguan maturasi seksualnya terlambat juga akan memilki tinggi badan yang lebih pendek dari kelompok anak seusianya. Tentu langkah tepat selanjutnya jika menemukan kasus ini adalah mencari tahu penyebabnya. Bisa dari faktor hormon, nutrisi, lingkungan, atau genetik. Kembali ke program UKS, tujuan dipakainya skala Tanner ini tidak lain adalah untuk menilai tingkat pertumbuhan dan perkambangan siswa. Dari sisi individu, kita bisa mengetahui adakah siswa yang mengalami gangguan pertumbuhan atau perkembangan. Di sisi lain, dari kesehatan masyarakat, kita mendapat data mengenai pola tumbuh kembang remaja di masyarakat. Jika data dari seluruh Indonesia terkumpul, kita jadinya memperoleh data pola tumbuh kembang remaja secara nasional. Data itu bisa sangat berharga karena menggambarkan berbagai macam informasi, khususnya tentang kesehatan remaja serta dapat dimanfaatkan secara klinis dalam menilai tumbuh kembang anak-anak Indonesia. Jadi, menurut saya, kontroversi yang berkembang menjadi aneh dan membingungkan. Selama pengalaman saya melaksanakan program dengan memakai skala Tanner, tidak ada masalah. Bahkan, skala ini saya bawa sampai ke pesantren dan tidak ada penolakan apa pun. Kebetulan program UKS ini digandengkan dengan penyuluhan kesehatan reproduksi. Pada sesi diskusi, jalannya acara sangat hidup, produktif, dan jauh dari hingar bingar kontroversi yang ramai sekarang ini. Sebagai simpulan, kasus kontroversi ini akarnya adalah tidak lancarnya komunikasi serta prasangka buruk masyarakat tentang hal-hal yang berbau seksualitas. Hal ini wajar terjadi karena budaya kita yang sangat tabu terhadap unsur-unsur seksual. Namun, seyogyanya kita mulai membuka wawasan dan menyadari bahwa sebelum menuduh yang bukan-bukan, coba tanyakan dulu duduk permasalahan yang sebenarnya. Tentunya harus dari sumber yang dapat dipercaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H