Mohon tunggu...
Alpaprana
Alpaprana Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Jika arwah sang penyair, dan setumpuk kesedihan pecinta sastra mengalir di urat nadi, maka ijinkanlah aku mencumbui setiap mata yang membaca rangkaian kalam rahsa alpaprana (aksara biasa), sampai terbenamnya bahasa penaku di keabadian sulbi makhluk berkulit tanah, sebelum tiupan sangkakala memanggil, menyentuh udara kiamat, hingga membangunkan seisi jagad raya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Kutitipkan Rindu di Ujung Daun Mahoni

6 Juli 2016   09:46 Diperbarui: 7 Juli 2016   13:46 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: pixabay.com

Sepagi tadi, kutitipkan harum kerinduan pada ujung daun Mahoni, di lereng Sidomukti. Agar ketika angin berhembus dengan lembut, bayang jiwaku tlah sampai di kulit tanahmu, menyentuh keutuhan ingatanmu.

Dari detik-detik waktu yang terus melaju, nalarku selalu saja menemui kolam-kolam kecil di alam ilusi. Kolam yang kutuangi air mata, dan meluap, saat bayangmu tampak jelas di ruang puisi.

Mungkin semua orang beranggapan ; tiada yang akan membayang di sana– kecuali sinaran luka atas cinta yang direngkuh keegoisan dunia.

Aku tersenyum menahan sekumpulan lelah. Sebab, mentari hari ini tiada menyilaukan, dan tetap sama dengan kehangatan sesaat. Sementara keluguan langit lebih dari biru, hingga tanah tempatku berpijak menjadi kebahagiaan yang semu.

Di awal Syawal ini, nyaliku untuk keluar dari kesedihan tlah membeku, menyerupa tumpukan bebatuan kutub. Tetapi, puisi-puisiku masih mengalir sejuk, bercerita tentang cinta sederhana, kepada rindu yang harus bijaksana, melebur ke dalam sukma, dan merayakan ingatanku yang semakin terlelap di runtuhnya kejujuran air mata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun