Mohon tunggu...
Alpaprana
Alpaprana Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Jika arwah sang penyair, dan setumpuk kesedihan pecinta sastra mengalir di urat nadi, maka ijinkanlah aku mencumbui setiap mata yang membaca rangkaian kalam rahsa alpaprana (aksara biasa), sampai terbenamnya bahasa penaku di keabadian sulbi makhluk berkulit tanah, sebelum tiupan sangkakala memanggil, menyentuh udara kiamat, hingga membangunkan seisi jagad raya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pendaki-Pendaki Sunyi

14 Oktober 2016   23:07 Diperbarui: 14 Oktober 2016   23:23 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Wahai putra-putri jagad dewani

dengarlah bait-bait malam yang berpuisi

dengan mengingat aroma kesedihan ; melukis mimpi sebelum mati

dengan menyuara keheningan ; nihil sebagai isi

fakta dari segenggam imaji dalam diri

bagi siapapun ia yang menemu rahsa--

memiliki pandang mata langit--

menderma segala pujian duniawi yang sengit--

dan ia-lah sang pelantun ayat-ayat sastra dalam bisu menjerit

Sunyi

Sebanyak gelap mengingat warna tanpa rupa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun