Se-siang ini
ruang anganku mengecil
menyerupa sisa-sisa tinta di ujung pena
melantun arwah puisi
tentang sgala warna hati
menyatu dengan rahsa diri
memiliki hasrat kerinduan
yang tiada habis ditelan kenestapaan.
Pada wadah paradigma
di dalam senyap ilusi
nampaklah cinta
duduk bersila di bangsal ajaib semesta Â
bersimbah kelopak bunga
memaparkan aroma surga
melempar senyum kesejukkan dari jiwa
dan...seperti-ku berlari di alur puisi
semoga-ku mulai memperlambat waktu
merenungi rindu di retak cermin hari Â
lebih lama, diam-diam memandangi cinta.
Se-siang ini
bias sinar mentari jatuh di jendela hati
kala mata enggan sepenuhnya terbuka
raga berkulit tanah-pun tiada berdaya
hanya terdengar bahasa puisi
yang terlampau nikmat untuk dikaji
sebagai pengobat kelukaan
sebab cinta tlah bersembunyi
di jari-jari ruhani
dalam balutan selendang bidadari.
Bila cerah sewaktu-ku tiada kembali
ingatanku akan tetap mengecil
lalu membiarkan cinta, menjauh
dari keangkuhan rahasia
menyesap napas bunga yang keruh
dan selalu kuingat rindu sepenuh luruh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H