Mohon tunggu...
Alpaprana
Alpaprana Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Jika arwah sang penyair, dan setumpuk kesedihan pecinta sastra mengalir di urat nadi, maka ijinkanlah aku mencumbui setiap mata yang membaca rangkaian kalam rahsa alpaprana (aksara biasa), sampai terbenamnya bahasa penaku di keabadian sulbi makhluk berkulit tanah, sebelum tiupan sangkakala memanggil, menyentuh udara kiamat, hingga membangunkan seisi jagad raya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak Rindu untuk Pelangi Senja dan Yuwatiku

18 Oktober 2016   16:14 Diperbarui: 18 Oktober 2016   16:18 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih... di tanah resah, remang wajah penghujung hari

di bawah rindang sepohon Kasturi.

 

Engkau, Yuwati(ku) ; pelukis rahsa hidup separuh nyawaku

sampai kapan geliat bayanganmu mesra bercengkrama dengan jari-jari hayal(ku)?

 

Kau ajakku bermain diksi rahsa di ruang imajinasi---

imajinasi yang mencipta seni filantropi--

filantropi dari sebentuk arwah kalam pujangga sederhana--

se-sederhana pesona secangkir kopi yang disentuh lembut oleh bibir-bibir pengagum filosofi atas puisi.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun