Mohon tunggu...
Alpaprana
Alpaprana Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Jika arwah sang penyair, dan setumpuk kesedihan pecinta sastra mengalir di urat nadi, maka ijinkanlah aku mencumbui setiap mata yang membaca rangkaian kalam rahsa alpaprana (aksara biasa), sampai terbenamnya bahasa penaku di keabadian sulbi makhluk berkulit tanah, sebelum tiupan sangkakala memanggil, menyentuh udara kiamat, hingga membangunkan seisi jagad raya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Instrumentalia Keterasingan

1 Juli 2016   11:01 Diperbarui: 1 Juli 2016   11:22 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Langit bertaruh dengan warna gelapnya

menjajaki semilir angin malam dalam sepijar lentera sukma

rerumputan menunduk

dedaunan meringkuk

hening bertasbih atas hikmah takdir yang buruk

insanpun tersengal napasnya, tanda jengah terpuruk

 

Seluruh bait-bait lara dipahat syair yang terasingkan

luruh semburat rembulan bertumpu jari-jari sang malam

tarian binar gemintang mencibir kebohongan rahsa

nyanyian kerinduan cinta hanya kesiaan belaka,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun