Mengatasi Limbah Kelapa Sawit dan Emisi Gas Rumah Kaca: Inovasi Sijogal dalam Biodiesel Berbasis Mikroalga
Indonesia, dengan luas wilayah yang sangat besar dan populasi yang padat, menghadapi tantangan serius terkait masalah lingkungan, terutama limbah industri. Banyak pabrik, terutama yang bergerak di bidang kelapa sawit, masih belum dilengkapi dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), yang mengakibatkan pencemaran sungai dan penurunan kualitas air.Â
Penelitian Rismawati (2020) menunjukkan perbandingan kualitas air bersih dan tercemar mencapai 2:1, sementara Databoks melaporkan bahwa 16.847 desa di Indonesia memiliki sungai tercemar pada tahun 2021.
Sebagai negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia memproduksi lebih dari setengah total CPO global, dengan total produksi mencapai 46,82 juta ton pada tahun 2022.Â
Namun, di balik kesuksesan ini, limbah cair dari proses pengolahan kelapa sawit, yang dikenal sebagai Palm Oil Mill Effluent (POME), menjadi ancaman serius bagi lingkungan. Setiap ton minyak kelapa sawit yang diproduksi menghasilkan sekitar 2.500 liter POME, yang sering dibuang tanpa pengolahan yang memadai.
Selain itu, ketergantungan Indonesia pada energi fosil, yang menyuplai sekitar 80% kebutuhan energi, turut menyumbang peningkatan emisi gas rumah kaca. Menyikapi hal ini, diperlukan inovasi energi terbarukan yang dapat menyelesaikan kedua masalah tersebut.
 SIJOGAL: Solusi Inovatif untuk Limbah POME
Gagasan Sijogal hadir sebagai solusi inovatif untuk memanfaatkan limbah POME menjadi biodiesel. Dengan mengolah POME, diharapkan bisa mengurangi emisi gas rumah kaca dan memanfaatkan limbah organik ini untuk budidaya mikroalga, organisme uniseluler yang mampu melakukan fotosintesis.Â
Mikroalga tidak hanya berperan dalam mengurangi limbah, tetapi juga menghasilkan lipid yang dapat diolah menjadi biodiesel.
Proses pengolahan dimulai dengan penyaringan POME untuk memisahkan partikel besar, dilanjutkan dengan sterilisasi dan pengujian kadar Chemical Oxygen Demand (COD) untuk mengetahui tingkat pencemaran. Setelah itu, media kultivasi mikroalga disiapkan dalam kolam yang dilengkapi teknologi Internet of Things (IoT) untuk memantau kondisi lingkungan secara real-time.