Mohon tunggu...
ALODYA LINTANG PUTRI GUNA
ALODYA LINTANG PUTRI GUNA Mohon Tunggu... Mahasiswa - PKN STAN

Mahasiswa Semester 3

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dilema Kebijakan Insentif Pajak dan Global Minimum Tax di IKN : Ketika Keuntungan Investor Jadi Risiko bagi Negara

2 Februari 2025   14:35 Diperbarui: 2 Februari 2025   14:35 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Modernisasi pada sistem administrasi dan pesatnya perkembangan ekonomi global, kini "Perpajakan" kian dekat di telinga masyarakat. Pendapatan perpajakan menjadi salah satu komponen APBN yang hingga saat ini masih diandalkan sebagai kontributor penyokong terbesar dalam cakupan sumber penerimaan negara. Sesuai Hakikatnya "pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa sebagaimana undang-undang, dengan tidak memperoleh imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran rakyat sebesar-besarnya." hal ini tertuang dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, dalam Konferensi Pers APBN yang dilaksanakan di Jakarta pada Senin (06/01) menuturkan meski di tengah hiruk pikuk heterogenitas harga komoditas di pasar global, penerimaan negara tetap optimis menunjukkan angka positif dalam kinerja perpajakan dengan terpenuhinya target APBN 2024 sebesar 101,4%.

Peran Pajak yang dominan dan memiliki andil besar dalam pergerakan perekonomian dan pembangunan nasional di Indonesia, ternyata kontras dengan kebijakan beberapa negara lain yang mengenakan tarif pajak rendah hingga 0% sebagai akselerasi untuk mendirikan usaha di negara tersebut bagi para perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA). Tidak hanya sebatas memberikan angin segar berupa pengenaan pajak rendah, bahkan mereka juga menawarkan perlindungan pengenaan pajak kepada para Investor. Negara-negara yang akrab dikenal dengan Tax Haven Country (THC) menyediakan tempat yang aman bagi simpanan untuk menarik modal masuk. Kriteria Tax Haven Country yang dirilis oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang menyebutkan bahwa diantaranya Tax Haven menganut tiga kekhususan regulasi yakni :

  • Tarif Pajak Rendah atau Bebas Pajak
  • Lack of Transparency
  • Lack of effective exchange information

Tax Havens Country (THC) memberikan fasilitas perpajakan agar Wajib Pajak (WP) negara lain mengalihkan penghasilannya. THC menjunjung tinggi perlindungan asset dan kerahasiaan atas segala informasi berkaitan dengan perusahan yang berdomisili atau melakukan investasi di negara tersebut, bahkan dalam hal urgensi penegakan hukum oleh pemerintah negara lain, informasi keuangan perusahaan sangat sulit untuk di-trace. Hal ini dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk memperoleh keuntungan tarif pajak yang rendah serta menjembatani praktik Money Laundering atau pencucian uang dan Tax Avoidance atau penghindaran pajak di negara asal. Selain privasi tinggi dan tarif pajak sangat rendah, Tax Haven banyak digunakan untuk entitas tanpa operasi nyata seperti tidak adanya pabrik, kantor, atau tenaga kerja nyata di sana, hanya berdiri entitas hukum.

Lantas, apakah di Indonesia terdapat Kawasan berlabel Tax Haven?

Menilik sekilas istilah fasilitas pembebasan pajak, Indonesia juga memiliki beberapa Kawasan yang diberi keistimewaan pembebasan pajak seperti Batam dan Mandalika. Namun, berbeda dengan Tax Haven, Indonesia memiliki sistem pengkhususan sendiri yakni Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang menyediakan berbagai insentif pajak dengan regulasi tertentu.

Kawasan Ekonomi Khusus memiliki regulasi pembebasan pajak yang pelaksanaannya dilakukan secara transparan dan sebesar besarnya digunakan untuk kepentingan perputaran roda perekonomian dan menarik investor asing dalam melakukan penanaman modal, seperti di wilayah Batam yang merupakan jalur strategis atas perdagangan internasional dengan adanya pemberian keistimewaan berupa insentif pajak dari pemerintah, menjadi peluang emas dan stimulus bagi batam bermetamorfosis menjadi kawasan padat industri yang memicu terbuka lebarnya peluang lapangan pekerjaan di wilayah tersebut.

Pemerintah Republik Indonesia terus memasifkan perluasan atas Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), salah satunya membidik Ibu Kota Nusantara (IKN) yang terletak di Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur yang saat ini terus digencarkan pembangunannya yang tentu diproyeksikan akan menelan anggaran dan membutuhkan pendanaan yang masif. Sejak tanggal 16 Mei 2024 secara resmi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 28 Tahun 2024 diundangkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia mengenai regulasi atas fasilitas perpajakan yang  ditawarkan di Ibu Kota Nusantara (IKN), aturan ini merupakan turunan atas Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023.

Kawasan Ekonomi Khusus memberikan tawaran insentif untuk menarik modal masuk sehingga alokasi modal investor asing dapat menyokong pembangunan di Kawasan IKN.

Jenis Insentifnya antara lain :

1. Tax Holiday

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun