Mohon tunggu...
Layla Munawaroh
Layla Munawaroh Mohon Tunggu... -

hidup dalam keterbatasan bukanlah alasan untuk menyerah, tapi sebaliknya menjadi motivasi untuk menjadi kuat dan hidup bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Permainan Tradisional Harus Tetap Terjaga Kelestariannya

8 Juni 2014   20:01 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:42 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bicara soal permainan tradisional, dalam benak kita teringat masa – masa kecil dulu yang menyenangkan dan bermain bersama dengan teman – teman sekampung di hamparan lahan kosong yang luas hingga matahari tenggelam. Dulu, hari yang paling dinanti dan ditunggu- tunggu adalah hari minggu, dimana kita bebas bermain tak terbatas oleh waktu bersama kawan – kawan kita. Tak peduli cuaca buruk, baju kotor, bahkan makanpun sering terlupakan.  Permainan yang selalu dikenang bahkan ingin rasanya untuk mengulangi moment – moment bermain bersama – sama teman – teman kita dulu.

Namun, seiring waktu permainan tradisional ini hanya tinggal kenangan saja. Dulu ketika saya masih belajar di sekolah dasar, dikala jam istirahat tiba bersama teman- teman kita bermain rumah – rumahan. Entahlah kalau di daerah lain sebutan untuk permainan ini apa, yang jelas kita membuat semacam denah lokasi rumah dari ranting pohon atau gundukan tanah yang dibentuk seperti tembok yang berfungsi sebagai pembatas antar ruangan. Dilengkapi dengan perabotan rumah mulai dari batu kecil atau kerikel bahkan sampah yang ada disekitar. Lalu ada teman sebagai tamu yang berkunjung di rumah tersebut. Tuan rumah mempersilahkan duduk dan kemudian menyiapkan suguhan untuk tamu tersebut. Atau ketika ada salah satu rumah teman kita ada hajatan baik pesta pernikahan maupun pesta kelahiran adek baru. Dari sinilah kita dapat belajar dari kehidupan sehari – hari bagaimana orang tua atau orang dewasa di sekitar kita dalam melayani tamu yang sedang berkunjung di rumah. Sekaligus belajar bagaimana berinteraksi baik dengan orang lain dengan nilai – nilai dan moral yang berlaku di daerah setempat.

Selanjutnya permainan bola kasti, biasanya kita bermain campur dengan anak laki-laki. Dengan permainan ini kita belajar kerjasama dengan tim, bagaimana agar tim kita lolos dan bisa menghindar bola kasti yang ditujukan kepada tim kita ketika berpindah pos 1 ke pos 2 atau kembali ke pos awal. namun hal yang paling penting adalah kita dapat belajar menghargai kemenangan dan kekalahan dalam permainan baik ketika tim lawan berhasil melumpuhkan tim kita maupun tim kita menang, dan lain sebagainya.

Paparan diatas merupakan dua jenis permainan edukasi dari banyaknya permainan tradisional yang kini mulai ditinggalkan, lalu tergantikan oleh permainan game dalam Gadget. Namun kehadiran permainan game ini membawa dampak terburuk yakni kemampuan fisik maupun motorik bagi anak kurang berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan mereka menjadi lambat karena aktivitas mereka kurang bermakna hanya duduk berjam – jam, bahkan menyebabkan mata minus. Hal inilah seharusnya menjadi perhatian serius oleh orang tua terhadap dampak buruk dari permainan – permainan yang ada pada Gadget.  Adanya perkembangan teknologi tidak bisa terelakan, janganlah kita menghambat bahkan tidak mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan mereka.

Namun kini, kabar yang menggembirakan datang dari pemerintah maupun ormas yang peduli melestarikan budaya kita terutama permainan tradisional. Dengan diadanya beberapa festival – festival seperti festival dolanan anak guna melestarikan dan memperkenalkan serta menumbuhkan kecintaaan anak – anak terhadap permainan tradisional yang ada di Indonesia. Bahkan untuk meminimalisir demam game pada Gadget, pemerintah memasukan permainan tradisional ke dalam mata pelajaran, namun permainan ini hanya sebagai pengantar pendidikan.

Adanya penerapan permainan – permainan tradisional dimasukan ke kurikulum ini, sebagai bentuk upaya yang dilakukan agar budaya kita tetap terjaga kelestariannya. Dengan harapan akan tumbuh rasa memiliki dan mencintai kebudayaan sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun