Mohon tunggu...
Layla Munawaroh
Layla Munawaroh Mohon Tunggu... -

hidup dalam keterbatasan bukanlah alasan untuk menyerah, tapi sebaliknya menjadi motivasi untuk menjadi kuat dan hidup bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Multiple Intelligences dalam Pembelajaran Anak Usia Dini

13 Juni 2014   22:50 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:51 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dalam dunia pendidikan anak usia dini, seorang pendidik dituntut mengoptimalkan potensi yang dimiliki peserta didik. Maka dalam pembelajaran di kelas seorang pendidik menerapkan berbagai model pembelajaran agar tercapainya tujuan pembelajaran. Namun, pencapaian tujuan pembelajaran tentunya pendidik tidak mengabaikan perbedaan potensi yang dimiliki setiap anak. Dalam teori multiple intelligences sangat bagus dan sesuai untuk diaplikasikan dalam pembelajaran anak usia dini. Hal ini disebabkan pada masa usia dini merupakan masa yang sangat cemerlang untu mengetahui berbagai perkembangan anak.

Pembelajaran pada anak usia dini hendaknya didesain menggunakan multiple intelligences sebagai stateginya. Strategi disini sebagai langkah – langkah dalam menyampaikan materi yang disesuaikan dengan kecenderung kecerdasaan anak. Dengan cara ini anak akan lebih mudah dan aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Dalam konsep multiple intelligences percaya bahwa tidak ada anak yang bodoh, sebab setiap anak pasti memiliki minimal satu kecerdasan yang bisa diasah. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan multiple intelligences pada kegiatan pembelajaran anak usia dini, tentunya pendidik memandang bahwa setiap anak mempunyai gaya belajar yang berbeda. Setiap guru harus mempunyai pandangan dan berpedoman pada prinsip bahwa tidak ada anak yang bodoh. Semua anak dapat belajar dan meningkatkan prestasi belajarnya, manakala anak telah menemukan gaya belajar terbaiknya sesuai dengan kecenderungan kecerdasan yang dimiliki.

Seperti kisah nyata, yang saya alami ketika mendampingi mereka belajar di TK. terdapat seorang anak yang dipandang sebagai anak nakal dan sulit dikendalikan (diatur). Doni namanya, dia tinggal hanya bersama ayahnya, sedangkan ibunya kerja diluar negeri. Ketika itu doni merupakan peserta didik sebuah TK di Kabupaten Malang. Ia adalah siswa yang selalu energik sehingga ia dapat predikat sebagai anak yang nakal di sekolahnya. Doni tidak pernah menghiraukan gurunya, ia selalu berlari dan usil kepada teman – temannya ketika pembelajaran sedang berlangsung. Bila ada teman yang serius mendengarkan penjelasan dari guru, Doni akan menggunakan cara untuk mengganggu perhatian teman – temannya. Sikap dan perilaku demikian, ia lakukan untuk mendapatkan perhatian dari orang sekitarnya.

Dalam pandangan  multiple intelligences, Doni merupakan anak yang memiliki kecerdasan kinestetik tinggi. Artinya, dalam pembelajaran Doni lebih menyukai gaya belajar yang lebih melibatkan gerakan – gerakan tubuhnya. Dalam konteks ini, seorang pendidik yang mengerti kecerdasan Doni tersebut harus menyampaikan pembelajaran melalui kinesthetic learning. Hal ini dimaksudkan supaya Doni dapat mengikuti pembelajaran dengan maksimal sehingga ia tidak menggangu teman – teman lain dalam mengikuti pembalajaran yang sedang berlangsung.

Pembelajaran yang baik ialah pembelajaran yang dapat memanusiakan manusia, artinya dapat menghargai setiap potensi yang ada pada diri peserta didik. Kemudian, potensi tersebut diberi ruang untuk dikembangkan dan diarahkan menuju kemampuan terbaik sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal. demikian ini berlaku dalam jenjang pendidikan apa pun, lebih – lebih pada jenjang pendidikan anak usia dini (Prasekolah). Apabila setiap semua jenjang pendidikan, pendidik dalam menyampaikan materi yang diajarkan menyesuaikan dengan kecenderungan kecerdasan anak. Dengan harapan supaya anak dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, aktif dan menyenangkan sehingga apa yang menjadi tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan optimal sesuai yang diterapkan. tanpa adanya paksaan dalam mengikuti pembelajaran dikelas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun