Mohon tunggu...
Al Muh
Al Muh Mohon Tunggu... -

Penulis best seller di dunia lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibu Kucing

23 April 2016   19:59 Diperbarui: 28 September 2016   17:31 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Ah, kucing sialan.” Sembari mendorong si kucing yang naik ke meja dengan punggung tangan. Tapi kucing itu tidak mau menyingkir dan terus meranjing ke piring makan ku. Sesekali dia menggesekan badannya ke kaki ku, khas kucing yang tergolong binatang paling manja di dunia. Padahal sudah aku berikan beberapa tulang ikan tapi tetap saja dia meminta-minta dengan ekstrim. Menyebalkan sekali sebetulnya diganggu saat makan oleh kucing betina kampung kurus yang menjijikkan. Payudaranya saja bergelambir di bawah perutnya.

Kemudian aku mengusirnya dengan mengangkat sapu untuk menakutinya. Dia bergeming sedikit menjauh dariku, tapi tidak lama dia kembali lagi. Ah, kesal sekali rasanya. Akhirnya aku memukulkan sapu perlahan. Tapi dia tidak mau pergi. Berkali-kali hingga saking kesalnya aku memukulnya dengan sedikit bertenaga sampai-sampai piring makan yang sedang ku pegang terjatuh, dan seluruh makananku tumpah. Kucing itu langsung meyerobot dan memakan semua makananku sambil mengerang.

Aku kehabisan kesabaran dan memukulinya dengan sapu. Tapi dia tidak bergeming sama sekali, dia tetap fokus mencengkram ikan ku. Akhirnya ku angkat kucing itu dan ku lemparkan dia ke halaman belakang. Tapi ikan di mulutnya tidak lepas karena kucing itu mencengkram dengan sangat kuat. Aku juga tidak berharap ikan itu lepas dari mulutnya, karena percuma, itu tidak akan bisa ku makan lagi.

Setelah mengusir kucing itu dari dapur aku langsung mengunci semua pintu dan menutup semua jendela. Agar si kucing itu tidak kembali lagi, karena bagaimanapun dia telah mengambil jatah ikan makan siangku. Tak habis pikir ternyata ada kucing senakal itu. Atau mungkin dia sudah sangat lapar hingga tak bisa berpikir dengan jernih. Aku juga begitu, lapar dan diganggu kucing, jadi tidak bisa berpikir dengan jernih. Akhirnya aku mengambil nasi dan ikan pecaknya lagi. Aku melanjutkan makan sampai kenyang dengan mengurung diri di dapur. Kenapa tidak dari tadi saja aku mengurung diri seperti ini, pasti aman. Tapi tidak asyik kalau kita makan seperti dalam kurungan.

Setelah selesai makan aku keluar dari persembunyianku di dapur dan bermaksud bermain ke rumah nenek yang tidak jauh dari rumahku. Aku melihat kucing tadi melenggang berjalan di depan ku. Searah dengan perjalananku ke rumah nenek. Sepertinya dia sudah kenyang. Rasa kesal masih ada sebetulnya, masih ingin menghajarnya. Tapi, ya sudahlah, ikannya juga sudah ada di perut si kucing, buat apa di permasalahkan lagi. Mau dituntut suruh bayar juga itu kucing gak bakal bisa bayar.

Begitu sampai di rumah nenek, aku melihat kucing itu masuk ke kolong bale-bale bambu lalu masuk ke dalam sebuah kardus bekas. Aku penasaran dan mengintipnya dari celah di atas bale. Aku terkejut ternyata di dalam kardus itu ada lima ekor anak kucing. Dan saat si kucing itu masuk ke dalam kardus, si anak kucing langsung menyerobot dan berebut untuk minum susu ibunya itu.

Seketika aku meneteskan air mata merasa bersalah atas kekejaman yang ku lakukan kepada si kucing tadi. Ternyata kucing itu menyerobot makanan ku lantaran dia kelaparan, sementara anaknya menunggu di kardus untuk mendapatkan susu. Kalau dia tidak makan mustahil dia punya air susu untuk anak-anaknya. Pantas saja badan si kucing itu kurus-kering. Bulunya kotor dan sangat menjijikan. Si kucing itu sudah tidak lagi memperdulikan penampilan serta harga dirinya hingga di cap “maling” makanan, atau dipukuli dengan sapu, ditendang dan dilempar ke halaman belakang, semua dia lakukan semata untuk bisa memberikan anaknya susu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun