Kini mereka pergi keluar rumah, mencoba peruntungan dengan mengadu nasib di negeri sakit ini. Ku lihat helai rambut mamak dari keluarga itu yang kini semakin jelas beruban, kulitnya yang kendor dan keriput. Begitupun bapak mereka yang tak jauh berbeda ditambah kulitnya yang lebam di hajar habis matahari. Kini kedua orang tua itu kesepian, menyambut malam dengan harap-harap cemas memikirkan nasib buah hati mereka diluar rumah.Â
Orang-orang tua itu kini harus kembali terbiasa melakukan rutinitas pagi tanpa mengomel panjang, tanpa harus merapihkan tempat tidur anak-anaknya, atau untuk sekedar mencarikan baju anaknya yang hilang diambil penghuni lemari.
Mereka ditinggal pergi oleh anak-anaknya yang mengaku telah dewasa, merasa diri sudah mampu mengikuti perlombaan dan pergumulan hidup. Ahh sungguh anak-anak tidak tau diri. Seharusnya mereka sadar, orang tua manapun akan tetap menganggap anaknya sebagai buah hati kecil mereka yang cengeng dan lemah. Bukannya menyombongkan diri dengan merasa mampu menghadapi segala tekanan eksogen kehidupan yang tidak karuan ini.
Anak-anaknya kini tertatih meringkih, terpontang-panting, dan senantiasa terjaga, bersiap untuk menahan segala tekanan yang dapat menghancurkan mereka sewaktu-waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H