Bu,
Mohon ampun untuk setiap keresahan dalam membesarkanku, Untuk setiap dingin yang menusuk demi hangatnya tubuh ini dalam dekapmu. Pada setiap lembut kasihmu, dalam sabarmu, serta doa dan restu yang tak pernah kering dan putus dalam menyertai setiap langkahku. Engkau senantiasa menjadi dangau tatkala kehidupanku mulai tandus. Engkau adalah telaga sejuk tatkala musim gersang mencekik rongga-rongga nafas hidupku. Engkau menjelma sinar yang menerangi disaat tubuh dan jiwa ini kehilangan arah dan tenggelam dalam biasnya hitam putih labirin kehidupan.
Dan aku? aku yang masih saja menikam kekecewaan pada mu. Aku yang masih saja menabur pedihnya duri karena perangai burukku. Pada setiap sesak di hela nafasmu tatkala kecemasan menghapiri pada malam mu yang dingin dan hening.
Bu,
Aku memohon ampun atas kegagalan diriku dalam mengikuti perlombaan kehidupan. Dalam kelemahanku mengarungi samudera pendewasaan. Aku yang tertatih meringkih menyusuri pergumulan. Diriku yang belum menjadi apa-apa, seonggok daging yang kebetulan punya nama ini belum bisa menjadi seorang manusia yang membanggakan dan mengharumkan.
Bu,
Terima kasih untuk semua bentangan episode-episode kasih sayang yang kau berikan. Terima kasih pada setiap cinta yang kau tunjukan dalam hembusan nafas dan keringat pengorbanan. Tuntunanmu yang tak pernah letih, doamu yang tak pernah putus, petuahmu yang tak pernah padam dan surut. Terima kasih telah menjadi influencer terbesar dalam perjalanan  hidupku.
Bu, aku akan senantiasa menjadi buah hati kecilmu yang cengeng dan lemah.
Peluk cinta dari buah hatimu, Fahir..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H