Hari lebaran tinggal menghitung hari, ramadan akan segera pergi. Sejumlah persiapan pasti sudah dilakukan: mulai membeli baju baru, menyiapkan kue, bersih-bersih rumah, bahkan hadiah parcel untuk kerabat. Hal ini menjadi rutinitas wajib tiap menyambut lebaran atau hari-hari besar lainnya. Namun, bagi beberapa orang, ada hal lain yang lebih penting untuk dipersiapkan, yaitu kesiapan mental untuk menjawab pertanyaan tak terduga dari saudara atau kerabat dekat.
Kita bisa membuat sejumlah daftar pertanyaan yang 'bakal' muncul saat kumpul-kumpul bareng keluarga. Mulai dari pertanyaan ekstrem dan menohok "kapan menikah" sampai pertanyaan mainstream "kerja di mana?". Bagi yang sudah menikah dan bekerja, kedua pertanyaan itu bukan lagi momok yang menakutkan. Namun, bagi mereka yang belum menikah dan belum memiliki pekerjaan (tetap), kedua pertanyaan itu adalah petir di siang bolong. Bisa bikin keceriaan lebaran langsung berkurang gezahnya.
Saya tidak ingat lagi kapan kedua pertanyaan itu muncul. Soalnya, sejak menikah saya tidak pernah lagi ditanyakan kapan menikah. Tapi, pertanyaan soal pekerjaan masih saya terima mungkin hingga lebaran nanti. Biasanya, pertanyaan kerja di mana itu sudah ada yang menjawab yaitu oleh anak saya. Soalnya, tiap ada orang yang menanyakan pekerjaan ayahnya, anak saya yang paling besar akan menjawab: ayah kerja di warung kopi.
Bagi saudara atau orang di kampung, mereka beranggapan bahwa saya bekerja di warung kopi atau warung makan. Soalnya, setelah anak saya menjawab demikian, langsung muncul pertanyaan susulan: kerja di warung kopi atau warung makan apa? Lagi-lagi anak saya yang menjawab dengan menyebut beberapa nama warung kopi. Sehingga ada orang kampung yang menyelutuk: oh, kerjanya tidak tetap ya? Masih suka pindah-pindah kerja.
Padahal yang dimaksud anak saya bukanlah saya menjadi karyawan warung kopi atau warung makan. Melainkan saya sering bekerja di warung kopi. Sebagai seorang blogger dan pekerja lepas, saya memang biasanya sering menghabiskan waktu nongkrong di warung kopi, yang oleh anak saya ditafsirkan bahwa ayahnya bekerja di warung kopi. Ya, anak saya tidaklah salah. Karena memang benar saya bekerja di warung kopi, yang sudah berfungsi sebagai kantor. Sementara nama warung kopi yang disebutkan oleh anak saya merupakan warung kopi yang sering saya kunjungi di mana dia minta ikut.
Jadi, jika ada orang yang bertanya di mana saya kerja, maka saya tidak perlu pusing mencari jawabannya. Sudah ada 'asisten' yang menjawab. Namun, belakangan tidak banyak orang yang bertanya saya bekerja di mana. Bisa jadi karena mereka melihat saya tidak bekerja kantoran. Bagi masyarakat di kampung, yang disebut bekerja adalah menjadi aparatur sipil negara (ASN) dan memiliki kantor. Sementara jenis orang seperti saya tidak lagi menganggap bekerja itu harus di kantor dan mesti menjadi ASN.
Lalu, bagaimana jika Anda belum menikah dan belum bekerja? Saya kebetulan menemukan beberapa jawaban lucu menjawab pertanyaan lebaran, yang saya temukan di timeline platform X. Karena jawabannya lucu, saya akan kutip dalam tulisan ini, siapa tahu bisa menjadi alternatif jawaban jika nantinya mendapatkan pertanyaan serupa.
"Kapan nikah?", jawab saja: Kalau sudah nikah
"Mana ceweknya?" jawab: di rumahnya
"Kok nggak dibawa ke sini?" jawab: mau ngapain emang?