Perkenalkan nama saya agung laksono. bukan siapa-siapa dan tidak menganggap diri saya penting karena sejatinya yang kita punya bukanlah miliki kita sendiri. kalau kita sungguh menyadari dengan kerendahan hati untuk mengalah kepada ego kita, tentu akan menyadari bahwa semua ini adalah titipan dari yang maha.Â
Bukan untuk menyombongkan diri sendiri dengan mengaku bahwa kisah hidupku ini sebagai kisah yang harus dibaca semua orang, tapi tentu semua orang mengalaminya. saya pernah mendengar apa yang pernah dikatakan sabrang damar panuluh atau Neo letto. kenapa kisah nabi hanya 25 yang diceritakan ya kerana sudah cukup dari kisah berapa nabi saja bisa mengambarkan alur kehidupan. jika kita menjadi seorang kaya maka nabi sulaiman dulu sudah lebih kaya dari kita, ada nabi ayub yang lebih melarat dari kita, ada yang dibenci dan buang oleh masyarakat yaitu nabi Nuh As sehingga meminta kepada Tuhan untuk menumpahkan bah lautan, kalau kita memtadaburinya Tuhan telah menentukan bagaimana clue dalam menyelsaikan drama panggung ini.
kita belajar dari pengalaman orang lain boleh jadi itu sama dengan alur hidup yang kita jalani, bukankah semakin banyak referensi semakin kita lebih paham dan kemana kita akan melangkah sehingga tidak jatuh di lubang yang sama.
selama perjalan hidup saya sering mengalami tersandung batu kerikil  kehidupan, tapi alhamdulilahnya saya sudah mengerti kita punya jalan masing-masing dan punya keretanya sendiri, jam untuk berangkatnyapun berbeda. jadi Tuhan tidak mencipatkan kita sebagai pelari tapi sebagai perangkak yang tangguh, jika jatuh puluhan kali segera bangkit, karena ibarat bati jika dia menyerah dalam proses belajar berjalan maka selamanya dia akan tidak pernah bisa berjalan.Â
Prinsip saya adalah hidup ini  bukan saya yang meminta untuk diberi kehidupan tapi tuhanlah yang berkemauan untuk saya bisa tampil di panggung ini,  Dia yang akan bertanggungjawab atas jalanya cerita ini, Tidak ada seorangpun makhlukpun yang tidak dijamin rezekinya. Ya Aku bukan seorang ateis," Aku adalah hamba dari Tuhan yang Maha Kaya dan Maha Raja". Itulah kata yang kuyakini ketika aku menjalani lelakon ini, ya seorang anak petani kecil terlalu sombong untuk punya mimpi, sering dicela langit dan dibenci bumi bahkan dimaki oleh sanak famili tapi percayalah doa-doa di saat lapar kita akan dijawab dengan Kun fayyakun yang tak pernah disadari oleh akal kita yang kecil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H