Anggaran Pemilu 2024 sebesar Rp76,7 triliun relatif sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai APBN 2024. Anggaran Pemilu 2024 hanya dua persen dari Rp3.106,4 triliun APBN 2022, dan, akan menjadi lebih kecil dari angka dua persen ini jika dibandingkan dengan APBN 2024 nanti.
Walaupun demikian, kondisi buruk ini patut juga diduga terjadi di beberapa atau bahkan mayoritas jenis-jenis anggaran APBN yang lain. Kondisi buruk itu dapat hanya dalam bentuk seperti Anggaran Pemilu dengan mark up dan/atau pemborosan gila-gilaan yang menyentuh titik 1.000 persen! Dapat juga gagal diselesaikan atau terbengkalai, mangkraknya proyek APBN, atau, proyek dapat diselesaikan tetapi kecil sekali pemanfaatanya seperti kasus LRT Palembang dan Bandara Kertajati Purwakarta. Hal yang serupa diperkirakan akan terjadi di proyek KA Cepat Jakarta -- Bandung dan Pembangunan IKN di Kaltim.
Mungkin masih ada yang ingat pernyataan Alm. Prof. Hasyim Djojokusumo tentang tingkat kebocoran APBN di Era Orde Baru. Rasanya beliau mengatakan kebocoran APBN pada kisaran 30 persen.
Melihat kasus LRT Palembang, Bandara Kertajati Purwakarta, Pembangunan jalan tol (Faisal Basri, mark up lebih dari seratus persen), dan kasus Anggaran Pemilu 2024, maka adalah logis untuk mengatakan bahwa tingkat kebocoran APBN itu sudah jauh membengkak dari kondisi di era Orde Baru yang hanya sekitar 30 persen. Â Estimasi cepat penulis untuk Era Reformasi terutama dalam 10 tahun terakhir adalah pada angka sekitar 60 persen.
APBN efisien, Indonesia setara Tiongkok
Besar sekali angka kebocoran 60 persen itu. Nilainya untuk APBN 2022 adalah Rp1.863,84 triliun. Ini angka yang fantastis setara dengan harga 300 juta ton beras. Dapat juga disetarakan dengan biaya pembangunan delapan Jembatan Selat Sunda.
Dengan demikian, selama sekitar 20 tahun Era Reformasi, estimasi terjadinya kebocoran APBN secara keseluruhan adalah senilai Rp32.276,8 triliun. Angka ini adalah setara dengan pembangunan infrastruktur 160 jembatan laut sekelas Jembatan Selat Sunda. Jauh lebih besar dari jembatan laut dan gunung yang sudah dibangun Tiongkok.
Amandemen kembali uud 1945
Diatas sudah kita diskusikan bahwa sumber utama terjadinya mark up dan atau pemborosan gila-gilaan Anggaran Pemilu 2024 adalah tidak ada kendalinya bisnis proses pembentukan UU APBN. Pembentukan UU APBN, dan UU yang lain, merupakan otoritas absolut pemerintah dan DPR. Suara masyarakat sipil tidak didengar dan komponen poros legislatif negara yang lain, MPR, tidak diberikan otoritas dalam bisnis proses pembentukan UU. MPR tidak diberikan hak dan kewenangan untuk menginisiasi pembentukan UU dan MPR juga tidak diberikan hak dan kewenangan untuk menerima atau menolak RUU yang sudah disetujui oleh pemerintah dan DPR.
Berikan hak dan kewenangan kepada MPR untuk menginisiasi pembentukan UU. Berikan juga hak dan kewenangan kepada MPR untuk menerima atau menolak RUU yang sudah disetujui oleh pemerintah dan DPR.
Masukan kembali marwah MPR untuk mewakili semua golongan. Bangun sistem parlemen dua kamar, bikameral, Indonesia.