Penulis ingat dengan kejadian lucu puluhan tahun silam. Itu terjadi sewaktu penulis berumur belasan tahun dan sering nongkrong di pinggir jalan dan nongkrong di rumah bola sodok yang sekarang di sebut sebagai rumah billiard.
Tidak jauh dari rumah bola sodok ini ada kios cukur seorang perjaka tua. Namanya saya masih ingat betul tetapi panggil saja sebagai Mang M. Bujang lapuk ini saya kira belum lapuk-lapuk benar untuk ukuran sekarang tetapi sering dijadikan bahan gunjingan anak-anak dan pengunjung rumah bola sodok itu.
Menggosipkan bujang lapuk
Salah satu gunjingan atau bahasa sekarang bullying, mungkin, adalah sapaan kakek pada Mang M. Ada yang bercerita dan disambut dengan gelak tawa yang riuh bahwa kemarin sore waktu itu Mang M marah besar dan memaki-maki seorang anak yang mungkin dengan maksud baik menyapanya dengan sapaan "Kakek M mau kemana pagi ini?"
Mang M langsung menghardik anak itu dengan kata-kata kasar kira-kira "Kapan saya mengawini nenek lou?". Mata dan suara yang menggelegar itu kontan membuat sianak terkencing-kencing dan lari ngibrit.
Sekali waktu penulis bertemu dengan Mang M yang sedang di warung makan. Bu warung mungkin sudah paham betul suasana hati Mang M ini. Dengan lembut dan terdengar tulus ia menyapa "Dik M mau makan apa ya," dan terlihat senyum dan rasa bahagia mang M ini.
Pengalaman pribadi penulis
Ini mirip-mirip dengan kondisi psikologis penulis beberapa tahun ini. Dua atau tiga tahun yang lalu penulis pernah berkunjung ke toko pakaian agak ekslusif di Atrium Senen Jakarta. Sales remaja dan cantik terdengar tulus sekali mengunakan kata sapaan kak. Dalam menjawab dan menjelaskan pakaian selalu terdengar kata kak itu dan terasa nyaman sekali dan ini berujung saya beli kaos bermerk dua atau tiga lembar yang ketika pensiun saat ini sudah sangat tidak mungkin sekali.
Beberapa waktu yang lalu saya bercerita dengan isteri saya bahwa teteh tukang nasi nasi uduk enak sekali panggil saya kakek. Saya katakan beberapa kali teteh itu panggil saya kek...kek... kek kelihatannya senang sekali.
Lah iya kata isteri memang sudah kakek-kakek , teteh itu maksudnya mau menghormat. Iyalah jawab saya dan sudah lama saya beli nasi uduk di warung lain yang biasa panggil saya dengan kang atau akang.