Tidak terasa tanggal 23 November tinggal enam hari lagi. Sabtu ini festival tahunan Kompasianival dengan tema "Reunite" akan digelar di OneBell Park Mall, RS Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan. Hadir karena selain rundown yang memikat lokasi festival ini relatif dekat dari rumah penulis.
Di tengah riuhnya dua rundown yang berjalan pararel, Main Stage dan Workshop, penulis di hari itu berharap sekali dapat bertemu dengan beberapa Kompasianer yang terasa sangat dekat.
Beberapa itu sebetulnya mencakup jumlah yang cukup besar tetapi mengingat sebagian tidak berdomisili di Jabodetabek tetapi di bagian lain penjuru nusantara ini, yang banyak juga di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan belahan Timur Indonesia dan ini termasuk Bali, maka peluang untuk bertemu dengan mereka itu di ajang festival Kompasiana yang spektakuler ini adalah sangat-sangat kecil.Â
Misalnya, peluang untuk bertemu Kompasianer Bandung saja tidak begitu besar. Fiksianer idola penulis yang bermukim di Bandung, tentu saja Latifah Maurinta, belum terdengar apakah akan hadir atau tidak. Sosok alumnus Universitas Negeri Bandung ini adalah salah seorang Nominee Kompasiana Award tahun 2019 ini.
Peluangnya akan menjadi bertambah kecil untuk bertemu dengan Kompasianer yang berdomisili di luar negeri seperti Hongkong, Eropa dan Australia. Kompasianer kita yang bermukim di Perth, Western Australia, siapa lagi jika bukan Pak Tjip dan Bu Pak Tjip Roselina, yang pada Kompasianival tahun lalu hanya sempat mengirimkan banner ucapan selamat, sudah memastikan absen lagi. We will miss you both Mr and Mrs Efendi.
Bagaimana jika Kompasiana mengadakan tur ke Australia ya? Pasti kita akan disambut dengan meriah dan diajak jalan sana sini oleh Beliau berdua.
Walaupun demikian, masih ada harapan saya untuk bertemu dengan TopTree Kompasianer yang selalu akrab bertutur sapa. Peluang bertemu dengan TopTree itu cukup besar mengingat mereka semua berdomisili di Jabodetabek. Satu diantara mereka bertiga itu sudah  akrab dengan penulis jauh sebelum kami menjadi anggota komunitas Kompasianer. Kami bertemu pada Summer Quarter 1988 rasanya di EI University of Colorado at Boulder, USA, lebih dari dekade yang silam.Â
Momen yang paling penulis ingat dengan sosok sangat cantik ini adalah ketika kami menggelar drama satu babak Ramayana Epic pada malam Cultural Exchanges yang diadakan oleh EI Univ. of Colorado itu. Pagelaran kami itu yang menampilkan Miss Leya Cattleya sebagai Dewi Shinta mendapat sambutan yang sangat meriah.Â
Aplause dan whistling tak henti-hentinya sepanjang drama satu babak yang dipandu oleh Ketut Atmadja ini, dan, penulis sendiri yang baru pertama kalinya dalam seumur hidup naik panggung sebagai performer di ajang kesenian, merupakan bagian bala tentara monyet sakti Hanoman, yang duduk melingkar mengelilingi Dewi Shinta itu, yang sekarang termasuk Nominee Kompasianival Award 2019.
Penulis pada mulanya bergabung dengan Tim Paduan Suara. Maaf Anda sebaiknya tidak disini kata pimpinan Paduan Suara yang Orba, Orang Batak Asli itu. Suara Bang Almizan terlalu sering false, lanjut Bang Efendi Sihombing ini. Okay no problem kata saya yang menyadari sekali sangat rendahnya  kapasitas seni tarik suara ku.
Ada temen yang berbisik dengan saya Mas Al ikut pementasan Rama dan Shinta saja. Tapi.... Ramanya sudah ada.... dan buto cakil Rahwana juga sudah ada, lanjutnya. Yang masih ada katanya adalah peran... monyet.. imbuhnya sambil cengengesan.Â