Selentingan nama dr Ani Hasibuan penulis dengar beberapa hari yang lalu. Kata nya dokter spesialis syaraf ini melontarkan pendapat bahwa korban kematian dan sakit dari banyak anggota KKPS dalam Pemilu Serentak 2019 yang lalu bukan disebabkan oleh unsur kelelahan tetapi dibunuh dengan racun dan/atau gas syaraf yang mematikan. Penulis pikir rasanya sulit mempercayai berita ini, tapi ya mungkin saja dia mengatakan demikian. Maklum lah sekarang lagi musim-musimnya hoax. .Â
Semalam, sambil menikmati takjil yang disiapkan oleh Si Dia, penulis melihat sosok dr Ani Hasibuan, yang juga alumni FKUI, sedang diwawancarai oleh reporter TvOne. Pakaian, suara, dan gerak tubuh Beliau memberikan kesan pertama yang aduhai sangat berkesan. Kesan pertama penulis adalah dr Ani Hasibuan adalah akademisi tulen dengan integritas yang tinggi. Penulis memutuskan untuk stay di acara Talkshow ini dulu baru nantinya mencari saluran olah raga atau musik. Akhirnya tidak sempat ke saluran lain karena talkshow ini ternyata terdiri dari empat episode yang sangat menarik.
Tabloid TamshNews.ComÂ
Substansi yang dibahas adalah berita di Tabloid TamshNews.com. Disitu diperlihatkan photo berdiri dr. Ani Hasibuan, panggilan akrab Bu dokter ini, disamping kanan ada judul berita dengan tulisan besar sekali tentang gas beracun dan gas syaraf yang menyebabkan kematian petugas KPPS dalam Pemilu Serentak 2019 yang baru lalu. Di belakang gambar dr Ani Hasibuan ada gambar sosok perempuan yang terlibat dalam pembunuhan dengan menggunakan gas beracun/sayraf atas tokoh Korea Utara di Bandara Kuala Lumpur, Malaysia.
Menjawab pertanyaan reporter TvOne, dokter spesialis syaraf dengan nama lengkap, Robiah Khairani Hasibuan, menyatakan tidak tahu sema sekali ada pemberitaan tentang diri nya di tabloid itu. Dia tidak pernah dihubungi apalagi diwawancarai oleh tabloid tersebut. Bu dokter ini juga menyatakan tidak pernah menulis dan/atau bicara tentang gas beracun/syaraf terkait kematian dan korban sakit dari petugas KPPS tersebut. Beliau lebih jauh menambahkan bahwa jika dibaca sampai habis, berita itu tidak ada menyebut bahwa rujukan atau sumber berita adalah dr. Ani Hasibuan.
Dr. Ani Hasibuan, yang dulu nya adalah tokoh aktivis mahasiswa juga, mengatakan bahwa gambar dirinya tersebut tersebut adalah gambar ketika dia beraudiensi dengan anggota DPR di Gedung DPR Senayan. Dalam audiensi ini Beliau menyampaikan harapan agar DPR memperjuangkan santunan yang lebih layak atas para korban anggota KPPS tersebut. Beliau tidak pernah sama sekali menyinggung dan/atau berkata tentang gas beracun/syaraf tersebut di acara audiensi termaksud. Menurut tokoh kita ini, dia merasa terpanggil untuk menyampaikan aspirasi ini karena banyak para petugas KPPS tersebut berasal dari orang yang kurang mampu dengan segala keterbatasan termasuk tidak begitu tahu hak-hak yang dimilikinya.Â
Lebih lanjut, dikatakannya bahwa Beliau merasa sangat tertekan dalam waktu akhir-akhir ini. Akun pribadi facebook beliau di serbu pesan-pesan bullying yang sangat kurang ajar dan menyakitkan. Bu dokter ini ketika menceritakan ini tidak kuasa menahan isak tangisnya. Sampai disini penulis merasakan ada cairan hangat meleleh di pipih penulis. Akun facebook ini kemudian disuspend. Langkah yang sangat tepat.
Lalu penasehat hukum Bu dokter memperlihatkan halaman tabloid dan menyatakan klien mereka tidak pernah tahu dengan tabloid itu. Mereka berdua juga menunjukkan secara live bahwa tabloid ini tidak dapat dihubungi. Kedua orang penasehat hukum ini menyatakan keheranan atas pemanggilan klien mereka dengan status penyidikan. Status ini cukup berat karena sudah lebih tinggi dari pada status penyelidikan.Â
Sampai di sini penulis cenderung sepakat dengan pendapat mereka berdua. Itu TamshNews.com yang perlu disidik oleh Bareskrim Polri. Bu dokter Ani adalah korban plagiarism dan/atau lying with picture and phrases. Lebih jauh, jika dalam posisi ini apakah tidak lebih patut Bareskrim Polri yang datang menemui Bu Ani dan bukan sebaliknya? Maáf penulis bukan ahli hukum dan/atau tata kelola penegakan hukum dan ini hanya spontanitas saja.Â
Terkait dengan video wawancara dengan Refly Harun, ada beberapa hal yang penulis ingat. Pertama, menurutnya UU ITE, yang rasanya akan ditimpahkan pada Bu dokter ini, Â sarat dengan pasal-pasal karet. Tersirat pasal ini dapat digunakan secara leluasa oleh para penegak hukum, termasuk Bareskrim Polri, untuk dengan sengaja melanggar prinsip-prinsip keadilan. Kedua, Â ada frasa yang menggigit yang diucapkan oleh Ahli Hukum Tata Negara ini. Frasa itu "apa dasarnya mengatakan suatu berita hoax jika berita yang benar tidak ada?"