Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyoal Proyek Abadi Sertifikat Tanah Prona

22 Juni 2017   10:10 Diperbarui: 21 Maret 2018   14:03 1653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin 22 Juni 2017 saya menulis artikel dengan judul "Proyek Abadi Sertifikat Tanah Prona." Artikel yang saya tulis dari gadget itu dan menggunakan laman Kompasiana baru sebetunya belum selesai dan saya hanya klik tombol simpan bukan tombol tayang. Pagi ini ketika saya buka PC (Desktop komputer) ternyata artikel itu sudah tayang dengan bahasa dan alur tulisan yang amburadul. Mmm baru ingat saya bisa menghapusnya. Sebagai kompensasi, pagi ini saya menulis dengan judul yang sedikit berbeda. Yuk kita mulai saja.

Gambar diatas memperlihatkan acara penyerahan sertifikat tanah Prona di Malang, Jawa Timur, rasanya. Penyerahan sertifikat itu, yang dilaksanakan beberapa hari yang lalu,  langsung dilakukan sendiri oleh Presiden Jokowi yang didampingi oleh beberapa orang Menteri Kabinet nya. Menurut rilis berita dari Merdeka.com itu ada sekitar 500 sertifikat yang diserahkan secara simbolik. Dalam rilis berita itu juga disampaikan bahwa sudah diserahkan juga sertifikat tanah dalam jumlah yang relatif sama di berbagai kabupaten lain di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan provinsi-provinsi lainnya.

Jelas hasil kerja itu sangat layak untuk kita apresiasi. Namun demikian, jumlah sertifikat Prona itu sangat kecil sekali jika dibandingkan dengan sertifikat tanah non Prona. Saya kira Anda setuju dengan pendapat penulis jika Anda pernah dengar dan/atau merasakan sendiri kesibukan di kantor BPN setempat. Tumpukan map-map permohonan baru demikian tingginya dan ada lebih dari sepuluh loket layanan dan serta puluhan meja petugas untuk konsultasi langsung tatap muka. Rasanya tidak kurang dari 50 map permohonan baru setiap hari harinya. Setahun, hitung 300 hari, jumlah map itu adalah sekitar 15.000 dan dengan jumlah kabupaten yang sekitar 300 juga, maka jumlah permohonan baru SHM tanah non Prona adalah 4.500.000 permohoan baru, setiap tahunnya. 

Bandingkan angka empat juta 500 ribu itu dengan beberapa ribu sertifikat tanah Prona. Hasil Prona kecil sekali walaupun sudah menghabiskan anggaran triliunan rupiah setiap tahunnya. Angkanya juga relatif sangat kecil walaupun proyek ini sudah berlangsung lebih dari 30 tahun (Proyek Prona pertama di tahun 1980an). Dan, tidak begitu mengherankan  jika proyek Prona ini akan terus berlangsung hingga waktu yang tidak dapat ditentukan. Mungkin belum selesai hingga tahun 2030, atau, tahun 2050, yang memperkuat dugaan bahwa ramalan Indonesia Emas di kedua periode itu perlu diperpanjang lagi untuk tahun sekitar 2070, atau, tahun yang lebih jauh lagi. 

Perlu juga diingat bahwa jumlah kepemilikan tanah rakyat kecil dan wong ndeso yang hanya berupa Akta Jual Beli (AJB), Girik, dan berbagai bentuk yang lainnya banyak-banyak sekali. Dugaan saya tidak akan kurang dari 100 juta. Kesemua ini tidak mungkin dapat diselesaikan oleh Proyek Prona walaupun triliunan rupiah anggarannya dilipatgandakan setiap tahunnya. 

Sebetulnya yang perlu dilakukan sederhana saja. Reformasikan Tata Kelola Sertifikat Tanah mulai dari Kantor BPN, Kantor Notaris untuk pembuatan AJB, dan Kantor Desa. Namun, jika ini dilaksanakan Proyek Abadi itu segera akan lenyap yang berarti lenyap jugalah anggaran APBN yang dinikmati oleh pejabat-pejabat negara yang terkait dan salah satu elemen pencitraan pemerintahan yang penting juga akan lenyap. Sekarang coba kita lihat pengalaman penulis dalam mengurus surat sertifikat tanah.

Sangat ribet, lama, dan biaya yang mahal sekali untuk mengurus surat sertifikat tanah itu. Keribetan itu mencakup sekitar syarat adanya 7 surat dari Kepala Desa plus berbagai foto copy surat-menyurat yang lain. Surat menyurat dan foto copy itu perlu dibuat rangkap dua dengan tanda tangan asli dari Kades. Rangkap pertama untuk Kantor Notaris dan Rangkap Kedua untuk Kantor BPN. Kemudian, masing-masing harus di copy lagi untuk Kantor BPN dan Kantor Notaris. 

Beberapa formulir dan dokumen AJB perlu dibawah kembali ke Kantor Kades untuk ditandatangi oleh Kades dan saksi-saksi serta yang perlu ditandatangani oleh saksi-saksi tetangga. Di Kantor BPN ada banyak formulir yang masih harus diisi, diverfifikasi, secara estafet, dan setiap estafet bisa memakan waktu satu dua hari. Tambah ribet lagi karena sebagian formulir itu perlu ditandatangani oleh Kades dan saksi-saksi yang diperlukan. 

Walhasil, untuk mengurus sertifikat tanah desa, di jalan setapak (tidak ada akses mobil), dalam lingkungan kampung, seluas 300an meter, penulis perlu merogoh kocek lebih dari lima belas juta rupiah sejauh ini. Penulis sudah menghabiskan waktu dua bulan lebih dan menurut orang-orang yang biasa mengurus sertifikat tanah masih dibutuhkan waktu sekitar tiga sampai lima bulan lagi untuk mendapatkan Sertifikat Hak Milik tanah itu. Haadeuy...ammmpun.....tolong Pak Jokowi yang nganteng.

Viral pagi tadi kritik Amien Rais atas Program Bagi-Bagi Sertifikat Tanah Jokowi. Kompasianer Yeremias Jena, misalnya, menulis "Tentang Kritik Amien Rais terhadap Presiden Jokowi dan Rasa Jijik Moral," dgn URL: (https://www.kompasiana.com/jeremiasjena/5ab07044cf01b4506d3e95b2/tentang-kritik-amien-rais-terhadap-presiden-jokowi-dan-rasa-jijik-moral)

lihat juga artikel "Ini Lima Gagasan Super Jokowi yang Ndower," dgn URL: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun