Karny Ilyas di ILC TvOne semalam mengangkat isu carut marut perdagangan sapi. Sekilas ada beberapa butir yang sempat saya ikuti dan masih teringat hingga pagi ini. Pertama, program swasembada daging sapi sebetulnya sudah digulirkan sejak Era SBY dan menelan anggaran APBN sekitar 3 Triliun rupiah per tahun. Kedua, Peternak sapi dan Puskud di NTT tidak pernah dengar adanya bantuan pemerintah apalagi menerima bantuan pemerintah untuk budi daya sapi disana. Sebagai informasi tambahan, saya juga dengar bahwa hal serupa terjadi juga di sentra-sentra ternak sapi di Lampung.
Ketiga, Persediaan sapi di NTT cukup banyak dan mereka tidak begitu berharap dengan bantuan pemerintah. Yang penting bagi mereka adalah kuota pasokan sapi ke Jawa dan/atau Jabodetabek diperbanyak.
Bebarapa pertanyaan yang dapat kita angkat disini adalah: Pertama, kenapa pasokan sapi lokal ke Jawa dan Jabodetabek perlu dibatasi? Kenapa tidak sapi dan/atau daging sapi impor saja yang dihambat?
Kedua, mengapa Kemtan dan/atau Kemdag lebih memperhatikan data jumlah sapi dan/atau kuantitas persediaan daging Sapi? Menurut saya yang harus terus diamati adalah harga. Harga naik artinya pasokan sapi dan/atau daging sapi ke pasar berkurang terlepas berapa ribu ton/ekor angka sapi dan/atau daging sapi yang ada di catatan mereka. Untuk itu, pasokan segera ditambah baik dari sapi NTT maupun sapi impor.
Ketiga, berapa tahun lagi program swasembada daging sapi akan berhasil dan berapa triliun rupiah lagi yang harus disediakan oleh APBN?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H