Sungai yang tidak tercemar di Indonesia hanya ada di hulu nya di pegunungan terpencil. Selebihnya tercemar semua nya. Limbah pabrik sebagian (kecil?) sudah diolah terlebih dahulu sebelum di alirkan ke sungai. Limbah rumah tangga yang semuanya tanpa ada pengolahan secuil pun dialirkan ke sungai dan anak-anaknya.Â
Masing-masing sungai itu memiliki banyak sekali anak-anaknya dan dari sinilah limbah rumah tangga seperti sisa deterjen air mandi, air cucian pakaian dan segala macam sisa bumbu dapur, serta bahkan banyak juga rumah tangga yang nongkrong beol di anak-anak sungai tersebut.
Penulis menyaksikan sendiri bersihnya sungai-sungai di wilayah perkotaan di Amerika Serikat, New Zealand, dan Australia, misalnya. Beberapa hari yang lalu ada Kompasianer yang menulis sangat rapihnya pengelolaan air baku di sungai-sungai di wilayah Townsville, Queensland, Australia. Mungkin Anda pernah dengar juga tentang sangat rapihnya pengelolaan air baku di negara kincir angin Belanda yang menjajah kita hampir 400 tahun.
Koq mereka bisa ya? Jika negara maju ya dapat dimaklumi tetapi negara kecil-lecil seperti Brunei, Malaysia, Thailand koq bisa juga! Apa rahasianya?
Sederhana sebetulnya. Kita dapat mencontoh mereka jika masyarakat kita dibangkitkan semangat XBersih. Tata kelola pembiayaan menyusul.
FINANCING XBERSIH
Di artikel kecil ini penulis fokus dulu dengan isu tata kelola pembiayaan atau financing XBersih. Lebih difokuskan lagi adalah konsep untuk menghentikan kebiasaan turun temurun mengalirkan limbah rumah tangga ke sungai. Konsep dasar agar limbah rumah tangga perlu dialirkan dulu ke beberapa kolam penampungan. Setelah sebersih air hujan baru dialirkan ke sungai-sungai terdekat.
Pertanyaan nya sekarang mampukah pemerintah membiayainya? Pertayaan yang lebih tepat adalah mampukah rakyat membayarnya? Uang pemerintah juga asal nya dari rakyat kan?