Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Copot Kewenangan Penerbitan Izin Impor Beras Kementerian Perdagangan

21 Januari 2018   20:47 Diperbarui: 24 Januari 2018   16:37 1384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Merdeka.com

Dalam artikel kami terdahulu yang berjudul Pengendalian Impor Beras ala Prof B.J. Habibie dijelaskan cara cerdik yang diadopsi oleh Prof B.J. Habibie untuk mengendalikan impor beras. Cara cerdik ini menjamin hengkangnya para Mafia Impor Beras (MIB), terlindungnya para petani dari serbuan beras impor, terjaminnya stabilitas harga beras murah, dan negara tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun dalam kegiatan pengendalian impor beras itu. 

Cara yang diadopsi oleh Prof Habibie itu  masih dilanjutkan oleh Presiden Gus Dur dan Presiden Megawati. Sayang sekali cara cerdik sederhana itu dihapus oleh Presiden SBY. Cara cerdik termaksud belum terpikirkan oleh, orang yang kita banggakan (kebanyakan dari kita rasanya), Ir. Joko Widodo yang akrab kita panggil sebagai Pak Jokowi. 

Cara Habibie itu mungkin lebih akrab kita sebut sebagai the First Best Solution. Opsi ideal yang dalam konstelasi geopolitik Indonesia terkini rasanya memang sulit untuk diterapkan oleh Presiden Jokowi. Untuk itu kenapa tidak kita pilih opsi the best yang berikutnya yaitu opsi the Second Best. 

Opsi the Second Bestini masih perlu mengikhlaskan uang negara dalam hitungan puluhan triliun rupiah untuk membantu modal Perum Bulog dalam mengendalikan harga beras dalam negeri. Masih perlu mendukung Perum Bulog sesuai Perpres No 48/2016 yang memberikan hak eksklusif monopoli impor beras kepada Perum Bulog. Walaupun demikian, berapa besar volume dan kapan serta berapa lama waktu impor itu ditetapkan oleh Surat Keputusan Menteri Perdagangan. Kondisi ini menurut beberapa kolega Kompasianer seperti "kepala dilepas tetapi ekor diikat."

Biang keroknya memang betul terletak di SK Menteri Perdagangan. Terlepas dari keseleonya (KKN?) Menteri Pedagangan Enggartiasto Lukita yang menunjuk PT PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia), yang juga BUMN, untuk melakukan impor beras, permasalahan yang akut adalah waktu yang selalu terlambat dalam penetapan volume dan waktu impor tersebut. Misalnya, harga beras yang sudah merangkak naik dalam bulan September 2017, dibiarkan terus melaju hingga Oktober, ...dan seterusnya hingga Januari 2018. Harga akan terus melejit tinggi hingga bulan Maret jika beras impor belum juga masuk walaupun SK Otoritasi kepada Perum Bulog untuk melakukan impor beras sudah diterbitkan pada tanggal 16 Januari 2018. 

Keterlambatan itu adalah implikasi dari terlalu panjangnya jalur birokrasi perberasan. Rapat-rapat awal pembahasan impor beras dimulai di Tim Teknis Kementerian Perdagangan. Ini akan akan memakan waktu satu hingga tiga minggu. Rapat-rapat yang hasilnya akan digunakan sebagai rekomendasi ke pimpinan tersebut dilanjutkan ke Tim Teknis Interkem yang lebih besar yang dilangsungkan di Kementerian Koordinator Perekonomian. Ini juga memerlukan waktu satu hingga tiga minggu juga.

Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan pembahasan pada tingkat Eselon I (Direktur Jenderal), interkem yang juga melibatkan Bulog dan Kementerian Pertanian, antara lain, yang memakan waktu dua sampai tiga minggu. Terakhir dilakukan pembahasan pada tingkat Menteri Kabinet yang juga memakan waktu satu sampai tiga minggu dan terakhir rapat finalisasi laporan ke Presiden dan/atau Wakil Presiden yang juga membutuhkan waktu satu sampai tiga minggu, yang menunggu ketersediaan waktu Presiden dan/atau Wakilnya tersebut.

Coba lihat contoh pernyataan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita terkini. Petikan pernyataan tersebut yang dirilis oleh Merdeka.com, sebagai berikut:

"Berdasarkan arahan Bapak Wakil Presiden dalam Rakortas (Rapat Koordinasi Terbatas) pada tanggal 9 Januari 2018, impor beras dapat dilakukan jika cadangan beras pemerintah atau stok beras Bulog di bawah 1 juta ton." 

Proses yang melelahkan, sangat panjang, memakan biaya dan membenani para pemimpin kita yang waktunya sangat-sangat terbatas. Dalam waktu yang bersamaan harga beras terus merangkak naik dengan cepatnya dan ini sangat dinantikan oleh para pedagang dan/atau tengkulak serta mafia beras. 

Kondisi dan mental seperti itu sudah sewajarnya direformasi. Pangkas jalur birokrasi itu. Copot kewenangan Menteri Perdagangan untuk menerbitkan SK Impor Beras dan berikan hak sepenuhnya kepada Perum Bulog untuk mengimpor beras dalam volume dan waktu yang ditentukan sendirti oleh Perum Bulog. Dengan kata lain, Menteri Perdagangan perlu menerbitkan SK yang memperluas kewenangan dan tugas Bulog untuk melakukan impor beras yang diatur dalam Perpres No. 46/2016 seperti tersebut diatas. Dalam SK Menperdag ini perlu dituangkan seara eksplsit bahwa Bulog diberikan izin untuk mengimpor beras dalam volume dan waktu yang ditetapkan sendiri oleh Bulog. 

Bubarkan itu Tim-Tim Teknis dan/atau Pokja Perberasan. Hentikan rapat-rapat koordinasi yang bertele-tele dan hanya menghabiskan anggaran negara. Jalankan pengawasan melekat yang sudah ada di Kementerian dan Lembaga Negara yang terkait. Dan, sekali lagi berikan tanggung jawab tunggal dan tidak terpecah hanya dan hanya kepada Perum Bulog untuk melakukan stabilisasi harga beras dalam negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun