Akhir-akhir pasangan kata pelayan dan pemimpin menjadi viral sosmed. Pasangan kata itu banyak dikaitkan dengan interpretasi (tafsir) Al-Maidah 51. Kita mulai dulu dengan pemahaman pasangan kata itu.
Di zaman kolonial Belanda dulu, Amtenaar yang sekarang disebut sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), banyak diidentikan sebagai pemimpin dan bahkan sebagian masyarakat menganggap kelompok ini sebagai raja. Sekarang, ANS atau PNS itu jelas dianggap bukan pemimpin tetapi pelayan masyarakat.
Bagaimana dengan Bupati/Walikota? Mereka itu lebih senang disebut sebagai pelayan dibandingkan dengan sebutan pemimpin. Jargon kampanye Pilkada yang umum adalah "melayani dan bukan dilayani."
Bagaimana dengan Gubernur DKI? ya itu, gubernur DKI dan gubernur-gubernur lain juga sebetulnya pelayan masyarakat. Mereka melayani pemungutan sampah, membersihkan kali, memgendalikan kebakaran, kemacetan kota, perbaikan lingkungan hidup dan bisnis, dan lain sebagainya.
Siapa yang tepat untuk melakukan tugas seperti? Banyak yang terbukti sudah berhasil termasuk Ahok Basuki Tjahaja Purnama.
Nah, kenapa memilih tukang sampah perlu dikaitkan dengan Al-Maidah 51? iya, boleh saja untuk yang percaya akan adanya dialog antara Khalifah Umar dengan Abou Mousa. Dalam dialog ini, yang sebagian dikatakan sebagai dialog langsung dan sebagian lagi dikatakan dialog lewat surat menyurat, Khalifah Umar marah besar dengan Abou Mousa dan menyuruhnya mengusir tenaga ahli (juru tulis/akuntan) Abou yang beragama Nasrani dan/atau Yahudi itu.
Bagi Ummat Islam yang lain tentu saja halal, saya kira, jika tidak mengaitkan mempekerjakan tukang sampah dengan Al-Maidah 51. Kelompok ini percaya bahwa ada beberapa khalifah lain yang bukan saja dapat bekerjasama dengan non-Muslim tetapi bahkan mengangkat beberapa gubernur yang Non-Muslim.
Di banyak negara maju, utamanya, negara-negara OECD, Walikota/Gubernur bukan dianggap sebagai pemimpin. Mereka itu hanya pelayan masyarakat. Di London, misalnya, yang sebagian besar penduduknya beragama Katholik, memilih gubernur yang bukan saja Moslem tetapi bukan orang Inggeris asli. Yang mereka butuhkan adalah pelayanan memungut sampah dan bukan siraman rohani untuk jabatan walikota. Ini bukti bahwa mereka menganggap walikota itu pelayan masyarakat.
Damai dan damailah Indonesia. Silahkan melaksanakan keyakinan dan Aqidah masing-masing.
Wassalamualaikum W.W.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H