Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tafsir Al-Maidah Ayat 51 dan Duet Ignatius dan Arcandra

19 Oktober 2016   09:31 Diperbarui: 19 Oktober 2016   12:08 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama pertamanya saja, Ignatius, sudah mengarah bahwa Menteri ESDM yang baru, Ignatius Jonan bukan pemeluk agama Islam. Dan, menurut yang saya dengar memang Pak Jonan adalah pemeluk agama Nasrani yang taat. Sebaliknya, kita sudah mendengar banyak sekali bahwa Arcandra Tahar adalah Putra Minang yang selain hebat di bidang teknik kelautan adalah juga seorang ustadz dan imam di komunitas Muslim Texas, Amerika Serikat. Beliau yang rendah hati ini tidak berkeberatan untuk ditunjuk kembali walaupun hanya sebagai wakil menteri yang berarti turun dari jabatan semula sebagai Menetri ESDM yang sangat berkuasa. 

Lebih menggoda lagi kalau boleh kita kaitkan kasus Duo Spektakuler ini dengan tafsir Al-Maidah 51 yang dipopulerkan oleh Ahok yang kebutulan adalah pemeluk agama Nasrani. Terus terang saja saya dibesarkan dalam lingkungan keluarga dan komunitas Muslim moderat yaitu Muhammadiyah, yang sebagian besar penduduk desa kami adalah anggota dan/atau simpatisan Muhammadiyah dan pengikut NU tidak begitu banyak disini, serta hubungan NU Muhammadiyah, ketika itu, rasanya, tidak begitu harmonis. Tidak mengherankan pemilihan Kepala desa (Pembarap) yang selalu menang adalah kelompok Muhammdiyah. Guyonan orang-orang tua ketika itu, yang masih saya ingat adalah monyet pun terpilih jika orang Muhammadiyah tidak apa-apa. Monyet Muhammadiyah lebih baik. 

Kemudian ketika saya sudah hijrah ke kota sebagai pengungsi PRRI/Parmesta, yang saya sekarang baru menyadari penderitaan orang tua saya ketika itu, lambat laun pemahaman saya tentang tafsir Al-Quran agak meluas, walaupun masih sangat-sangat terbatas. Selanjutnya, ketika menjadi mahasiswa, saya juga sering sekali mendengar adanya kewajiban Muslim untuk memilih pemimpin yang Muslim. Ketika itu kita sering mendapat bisikan dan kadang kala juga dalam rapat terbuka agar yang kita pilih untuk menjadi Ketua Senat/Dewan Mahasiwa hanya dan hanya orangnya Ummat. Maksudnya yang kita pilih adalah mahasiswa Muslim dan hukumnya adalah wajib. Dan, bisikan ini manjur sebab umumnya Ketua Sema/Dema itu adalah aktivis HMI. 

Walaupun demikian, saya baru ngeh bahwa itu adalah Tafsir dari Al-Maidah Ayat 51. Baru sadar setelah kasus Al-Maidah Ahok meledak dengan puncaknya demo besar di Balaikota DKI tanggal 14 Oktober 2016 yang lalu. Ahok dianggap menistakan Islam dan para Ulama oleh sebagian Ummat Islam Indonesia termasuk yang ikut demo itu, rasanya.

Nah kita kembali lagi ke topik utama kita. Dr. Arcandra Tahar yang bukan saja sangat jenius dan pemeluk agama Islam yang sangat kuat, namun demikian tidak keberatan memilih pimpinan yang bukan Islam. Tersirat, Beliau menafsirkan ayat itu paling tidak untuk bukan pemimpin yang merupakan Pejabat Tinggi Negara. Atau, mungkin Beliau menafsirkan bahwa ayat itu hanya untuk pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat seperti anggota DPR dan Walikota/Gubernur. Bukan untuk pimpinan yang diangkat oleh Pejabat Tinggi Negara yang lain, atau seorang bos, misalnya, bos perusahaan lah. 

Tetapi, bagi sebagian Muslim yang lain mungkin tidak sependapat dengan dugaan tafsir seperti yang disampaikan diatas. Saya pernah ingat dulu ada shohib saya yang bahkan tidak mau berbisnis dengan orang kafir apalagi kafir Cina. 

Nah sekarang coba kita sedikit membuka wawasan dalam perspektif internasional. Ketika kuliah di US, dulu saya banyak bertemu dengan Mahasiswa Pakistan dan kelompok untuk Kemerdekaan Kashmir yang mayoritas kalau tidak semuanya adalah penduduk beragama Islam. Wilayah Kshmir adalah teritorial pemerintahan India. Yang menarik dari mereka itu adalah pendapat mereka bahwa tidak layak sekali Muslim dipimpin oleh Hindu dan prinsip ini melahirkan negara Pakistan yang terpisah dari India. 

Ironisnya, banyak sekali orang Pakistan/Kashmir yang bersekolah dan kemudian berbisnis di negara-negara kafir seperti UK dan USA. Pimpinan publik atau politik di negara-negara tersebut umumnya Non-Muslim, kecuali Wali Kota London, yang baru saja terpilih tahun ini, yang saya kira adalah keturunan India atau Pakistan. Voter )konstituen) Wali Kota London ini tenu saja Bule Non_Muslim. 

Lebih jauh lagi tentang imigran PaksitanKashmir atau bahkan India itu, banyak yang sudah berhasil menjadi warganegara, negara-negara kafir seperti itu, dan, pemimpin publik disana sangat jarang sekali orang Muslim. Apa mereka menggunakan hak pilih mereka ya? Atau, mereka menafsirkan Al-Maidah Ayat 51 setelah berada di luar negeri dan/atau negara-negara sekuler lain secara berbeda dengan ketika masih tinggal di Pakistan/Kashmir? Dan, saya kenal beberapa Muslim Indonesia yang sekarang sudah menjadi warga negara USA. Pertanyaan yang serupa, apakah shohib-shohib saya itu menggunakan hak suara mereka ya?

Mengingat pengetahuan dan pemahaman agama saya masih sangat terbatas, saya, walaupun Muslim (mungkin tidak begitu kuat ya), tidak berani menafsirkan Al-Maidah 51. Namun demikian, saya suka jika masing-masing orang memiliki hak masing-masing untuk menafsirkan ayat-ayat suci. Ayat-ayat suci dari agama dan keyakinan yang mana saja.

Wassalam, semogah bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun