Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ada Potensi Rp 53,4 Triliun untuk Menaikkan Gaji Pensiunan PNS

4 Maret 2016   07:11 Diperbarui: 4 Maret 2016   07:21 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Menara Kembar Kementerian Keuangan RI, Jakarta/Dokumen Pribadi"][/caption]

Ada potensi uang yang besar untuk menaikan gaji pensiunan PNS. Ini penting untuk diperjuangkan mengingat semua aparatur negara termasuk PNS pasti akan pensiun. Waktunya saja yang menentukan. Sebagian sudah pensiun dan sebagian lagi segera pensiun dalam waktu dekat, dengan disertai rasa kecemasan yang mencekam.


Bagi yang sudah pensiun pasti sudah merasakan rasa sepi dan rasa miskin yang dialami selama ini. Hal ini tentunya sangat menyedihkan, lebih-lebih tidak tahu kapan derita ini akan berakhir. Dengan gaji sekitar Rp3,5 juta per bulan memang sangat keterlaluan kecilnya apalagi dengan tanggungan yang lebih dari dua orang dan tinggal di wilayah perkotaan. Bayar listrik dan ledeng saja kayaknya sudah tidak mampu lagi apa lagi untuk silarahturrahim dengan shoib dan keluarga. 


Penderitaan mereka itu wajib dikurangi dan caranya adalah dengan menaikan gaji mereka secukupnya. Misalnya, naikan secara rerata dalam rentang Rp7,5 juta per bulan. Uang pemerintah sebetulnya ada. Tapi, maaf adanya dimana bro mizan?
Mari kita jawab bersama dari mana uang itu datangnya. Kita mulai dulu dengan petuah dari Koh Ahok Basuki yang Gubernur DKI Jakarta sekarang. Koh Ahok yang gagah dan jujur ini pernah berkata bahwa DKI sebetulnya hanya membutuhkan kurang dari separuh pegawai yang ada sekarang dan pada kesempatan lain pernah juga mengatakan bahwa banyak pegawai DKI yang kerjanya hanya foto copy dan di gaji Rp25 juta per bulan. Ketidakadilan disini memang sudah sangat keterlaluan. Dan, Sumber dari borok itu hanya satu yaitu terlalu besar dan panjangnya struktur organisasi pemerintah
Potret buram ketidakadilan versi Koh Ahok itu, beserta sumber boroknya, jelas bukan monopoli DKI Jakarta saja. Potret kelam serupa itu juga ada di sebagian besar, kalau tidak di seluruh, Pemda Indonesia. Bukan itu saja, hal yang serupa juga terjadi di Kementerian dan Lembaga Negara.


Di pemerintahan pusat, Kementrian Keuangan, misalnya, memiliki 11 unit kerja setingkat eselon I dengan 17 orang Pejabat Setingkat Eselon I, 183 orang pejabat setingkat Eselon II, 1.663 orang pejabat setingkat Eselon III. 8.341 orang pejabat setingkat Eselon IV, dan 5.844 orang pejabat Fungsional, dengan jumlah pegawai keseluruhan Kemenkeu sebanyak 64.417 orang. Di pemerintahan daerah, DKI Jakarta, misalnya, terdapat Sembilan Pejabat setingkat Eselon I, 45 Unit Kerja Setingkat Eselon II, Lima Walikota, dan Enam Bupati/Walikota Administrasi, dengan jumlah pegawai keseluruhan sebanyak 85.646 orang. 


Sesuai dengan pernyataan Koh Ahok diatas dan didukung oleh pandangan Menteri PAN RB, Yuddy Chrisnandi, tentang sangat berlebihnya jumlah aparatur sipil negara (ASN), maka dapat disimpulkan bahwa jumlah ASN yang dibutuhkan tidak lebih dari separuh dari yang ada sekarang ini. Ini berarti seharusnya belanja untuk pegawai ASN tersebut juga cukup separuhnya. Dalam perspektif nasional, dengan demikian, belanja pegawai pusat seharusnya cukup 234 triliun rupiah dan bukan 468 triliun rupiah. Belanja pegawai pemerintah daerah seharusnya cukup 300 triliun dan bukan 600 triliun rupiah. (RAPBN 2016)


Kesimpulannya, sebetulnya pemerintah dapat menghemat belanja pegawai sebesar 534 triliun/tahun (2016). Hanya sekitar 1/10 dari angka ini, yaitu, 53,4 triliun rupiah per tahun (2016) sudah cukup untuk menutupi kenaikan gaji pensiunan aparatur sipil negara termasuk PNS pada tingkat rerata Rp7,5 juta per bulan. Sisanya dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat dan produktif.
Mari berjuang untuk Indonesia yang lebih hebat.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun