Bobroknya sistem kepartaian kita dah tahu semue. Kagak perlu sekolah ke negara Mang Sam untuk memahami kebobrokan ini. Tadinya di Era Mas Amien Rais kita bermimpi parpol dapat mengoreksi kegagalan APBN dalam penyediaan pelayanan masyarakat yang lebih baik. Mimpi itu tidak menjadi kenyataan. Yang dibanggakan adalah usulan suntikan dana Rp1T untuk setiap parpol setiap tahunnya.
Dulu di Era Mas Harto Parpol hanya tukang stempel saja. Jelas ini buruk. Tetapi, kini setelah tanda tangannya berkuasa tetap saja tidak banyak, jika ada, yang dikerjakan oleh Parpol untuk negeri ini. Bahkan banyak yang berpendapat sebaiknya tidak ada Parpol saja.
Persepsi buruk Parpol juga ngejendol di gelangang Munas Partai. Misalnya, banyak yang berpendapat bahwa Munas Parpol  tidak lebih dari pasar jual beli suara. Bukan visi misi apalagi ideologi yang mengantarkan seseorang menjadi Ketum Parpol.  Uang yang lebih menentukan.
Borok Parpol yang lain adalah ketidakhadiran Parpol dalam mengatasi berbagai urusan sektor publik. Misalnya, sangat jarang terdengar, jika ada, upaya yang sungguh-sungguh dari parpol untuk optimalisasi politik APBN dalam rangka mengatasi permasalahan parahnya kerusakan jalan di daerah-daerah. Sebaliknya, yang lebih banyak diberitakan media adalah kasus korupsi APBN yang melibatkan anggota legislatif dan/atau eksekutif yang biasanya adalah para Petinggi Parpol.
Pertanyaannya sekarang adalah apakah suntikan APBN sebesar Rp50T dalam 5 tahun itu dapat mendorong parpol untuk berkontribusi lebih baik? Ogut belum melihatnye. Ogut belum merasakan kisi-kisinye.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H