Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pemerintah Sebaiknya Tidak Menerbitkan SK Awal/Akhir Ramadhan

27 Juli 2014   19:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:02 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kapan awal/akhir Ramadhan sebetulnya murni keyakinan. Ummat yang yakin dengan madzhab Hisab akan merujuk ke perhitungan Ahli Hisab (Muhammadiyah). Sebaliknya, yang yakin dengan Ru’yat Hilal akan berpedoman ke keputusan Majelis Ru’yat (utamanya pengikut NU). Ada lagi beberapa kelompok yang lain yang menggunakan cara sendiri yang berbeda baik dengan Hisab maupun dengan Ru’yat.

SK penetapan Awal/Akhir Ramadhan oleh Menteri Agama cenderung bias (tidak netral). Jika Menteri agamanya adalah Tokoh NU, maka keputusan akan sangat dipengaruhi oleh madzhab Ru’yat. Sering sekali Awal/Akhir Ramadhan lebih lambat satu hari dengan Saudi Arabia yang waktunya lebih lambat empat jam dari Indonesia.

Sebaliknya, jika kebetulan Menteri Agama berasal dari kalangan Muhammadiyah, maka akan bias ke madzhab Hisab. Seingat saya, waktunya selalu bersamaan dengan Saudi Arabia. Walaupun demikian, sejauh ini yang ogut sempat ingat, hanya satu dua kali saja tokoh Muhammadiyah yang menjadi Menteri Agama. Selebihnya adalah tokoh-tokoh NU.

Di Era Soeharto, jarang sekali ada perbedaan awal/akhir Ramadhan. Juga, awal dan akhir Ramadhan cederung bersamaan dengan Saudi Arabia.

Ummat Islam Indonesia umumnya akan mengikuti keputusan Menteri Agama. Jika keputusan itu menetapkan Awal/Akhir Ramadhan mundur satu hari, ya sebagian besar akan mundur satu hari (terutama untuk Awal Ramadhan). Mundurnya, terutama Akhir Ramadhan, memang membuat report ibu-ibu. Tetapi, implikasi yang lebih besar terkait dengan isu kredibilitas. Kredibilitas madzhab yang sama dengan SK Mneteri Agama akan lebih baik dibandingkan dengan yang berbeda dengan Menteri Agama.

Mengingat Pemerintah seharusnya mengayomi dan menghargai semua keyakinan, maka sebaiknya SK Penetapan Awal/Akhir Ramadhan dihapuskan saja. Pemerintah hanya perlu memfasilitasi kegiatan Ibadah Ramadhan ini misalnya dengan menjamin pendanaan untuk tokoh-tokah agama yang akan melakukan Ru’yat, jika diperlukan. Sidang Isbat lebih ditujukan untuk rekonsiliasi dan syiar Islam saja.

Pemerintah juga perlu mensosialisasikan teropong bintang Boscha dan lembaga astronomi ITB Bandung. Akan sangat bermakna jika, secara netral dan independen, mereka dapat menjelaskan kapan satelit bulan dapat dilihat, di wilayah Indonesia yang mana saja. Mungkin, kapan disini perlu diartikan sebagai seharusnya dan bukan aktual. Seharusnya dapat dilihat dengan kasat mata tetapi dapat saja ternyata tidak karena cuaca buruk dan berawan tebal.

Demikian, Wabillahi taufiq walhidayah assalammulaikam Wr Wb.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun