Sering disuarakan oleh Ditjen Pajak bahwa mereka kekurangan pegawai. Pernyataan ini di satu sisi benar tetapi di sisi lain salah.
Ditjen Pajak menunjukan kekurangan pegawainya ke publik antara lain dengan membuat perbandingan dengan beberapa negara lain. Misalnya, diperlihatkan perbandingan antara rasio pegawai DJP/jumlah penduduk Indonesia dengan rasio yang serupa di Jepang dan terlihat rasio Jepang jauh lebih tinggi dari rasio Indonesia. Dengan demikian disimpulkan bahwa benar DJP Kementerian Keuangan kekurangan pegawai.
Indikator ini tepat digunakan mengingat Indonesia de facto menerapkan sistem pajak official assessment, utang pajak dihitung oleh kantor pajak, walaupun de jure (menurut ketentuan UU Pajak) Indonesia mengadopsi sistem self-assessment. Sistem official assessment memang membutuhkan pegawai dalam jumlah yang relatif sangat besar. Utang pajak untuk setiap perusahaan kena pajak atau orang pribadi kena pajak dihitung oleh kantor pajak.
Indikator ini tidak tepat digunakan jika dilihat dari jumlah perusahaan kena pajak. Jumlahnya sangat kecil sekali. Juga, tidak tepat jika dilihat dari jumlah wajib pajak personal (orang pribadi) dengan pendapatan yang dikenakan pajak. Secara sederhana, jumlah orang dengan pendapatan, katakanlah, Rp10 juta per bulan sangat sedikit (tentunya sangat berbeda dengan yang di Jepang).
Lebih jauh perlu diperhatikan bahw sekitar 85% penerimaan pajak Indonesia dihasilkan oleh Kantor Pajak Besar (LTO) Gambir Jakarta. Jumlah pegawai LTO ini, rasa-rasanya, kurang dari 1% (satu psersen) dari seluruh pegawai DJP.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H