Mohon tunggu...
Alfitriandes Miter
Alfitriandes Miter Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Suka mencoba sesuatu yg kira-kira berguna. Selama ini hanya membaca, membaca dan ... membaca. Ngga tau juga apakah ini waktunya menulis, coba dulu aja. Siapa tau b.e.r.g.u.n.a.

Selanjutnya

Tutup

Money

Harta Setara 2/3 APBN-P 2010 Dikuasai Oleh 40 Orang Saja

4 Desember 2010   15:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:01 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1291477122848146549

Total Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan 2010 disebutkan berkisar sekitar Rp 1100 Triliun. Idealnya anggaran ini cukup untuk membiayai kehidupan sebuah bangsa bersama sekitar 230 juta rakyatnya selama satu tahun. Kalau mau dibayangkan seberapa banyak uang senilai 1100 triliun itu, tentu pusing membayangkannya, setidaknya bagi rakyat kecil seperti penulis. Pokoknya, uang segitu cukup untuk ngidupin 230 juta orang rakyat Indonesia setahun, gitu aja deh.

Nah, sekarang coba pula bayangkan harta senilai 2/3 dari 1100 triliun rupiah (sekitar Rp 650 triliun) itu dikuasai oleh hanya 40 orang saja. Betapa besarnya kekayaan 40 orang itu, masing-masing mereka punya berapa, dan siapa sih mereka ? Setidaknya demikian yang terlintas di pikiran kebanyakan rakyat kecil yang mugkin selama ini tak pernah tahu persis berapa sesungguhnya satuain triliun itu, bahkan berapa jumlah nol nya juga tidak tahu dan tak pernah mau tahu. Toh buat apa juga tahu . . .

Ke-40 orang yang memiliki atau menguasai harta senilai sekitar Rp 650 triliun tsb adalah mereka yang bertengger di daftar 40 orang terkaya Indonesia tahun 2010 versi majalah Forbes Indonesia. Seperti yang dimuat Kompas cetak edisi Sabtu(4/12), yang tercatat sebagai orang tekaya Indonesia 2010 adalah pengusaha kakak-adik R Budi dan Michael Hartono dengan kekayaan mencapai 11 miliar dolar AS, atau sekitar Rp 99 Triliun. Pada 10 urutan teratas daftar tsb terdapat nama-nama (urutan 2 sampai 10) dengan total kekayaan dalam miliar USD; Susilo Wono Widjojo (8), Eka Tjipta Widjaja (6), Martua Sitorus (3,2), Anthoni Salim (3), Sri Prakash Lohia (2,65), Low Tuck Kwong (2,6), Peter Sondakh (2,4), Putra Sampurna (2,3) dan Aburizal Bakrie (2,1). Selain itu disebutkan pula bahwa sedikitnya 16 orang terkaya dalam daftar tsb memperoleh keuntungan dari bisnis batu bara dan kelapa sawit (Kompas cetak, Sabtu 4/12/10 hal-1).

Dari sisi bisnis sebetulnya mungkin tidak ada yang ganjil soal kepemilikan harta oleh orang-orang kaya ini, toh mereka berbisnis, pengusaha besar, konglomerat. Paling juga dituduh iri, dengki, bagi rakyat kecil seperti saya jika mempersoalkannya. Dan ini memang bukan mempersoalkan darimana dan bagaimana mereka dapatkan hartany itu. Melainkan hanya sekedar mau berandai-andai, bahwa sekiranya saja harta senilai 71 miliar dolar AS itu dikuasai oleh negara, lalu didistribusikan secara merata untuk menjalankan roda kehidupan 230 juta (minus 40) orang rakyat Indonesia lainya, bukan tidak mungkin akan dapat menahan laju meningkatnya kemiskinan. Syukur-syukur mendorong meningkatnya kesejahteraan. Namun pengandaian ini hampir tidak mungkin terjadi, karena faktanya sekarang kekayaan senilai 650 triliun rupiah itu dimiliki secara sah oleh para konglomerat tsb.

Namun ada pengandaian lain yang rasa-rasanya masih masuk di akal dan sejatinya malah harus demikian. Yaitu mengenai pembayaran pajak, entah itu pajak penghasilan, pajak kekayaan, pajak barang mewah, pajak usaha, pajak bumi bangunan, dst. Andaikan saja semua konglomerat atau orang-orang kaya atau terkaya di negeri ini semuanya membayarkan pajak-pajak tsb dengan benar, dalam arti sesuai aturan, betapa besarnya kontribusi mereka dalam peningkatan penerimaan pajak negara. Anggaplah pajaknya 10% saja (mungkin saja lebih), maka dari 40 orang terkaya saja sudah diperoleh pembayaran pajak sebesar 65 triliun rupiah, dalam setahun, wuaow…. Itu baru dari 40 orang.

Hari gini, bicara soal pajak sulit untuk tidak menyebut nama Gayus. Maka pengandaian berikutnya ya Gayus ini, andaikan tidak ada orang seperti Gayus, atau andaikan tidak ada kasus seperti kasus Gayus dan seterusnya dan seterusnya. Sebab kalaupun para wajib pajak (baca konglomerat) berniat membayar pajak sesuai aturan, namun jika bertemu watak-watak seperti Gayus, lalu mereka “dikerjain”, tentu kita sudah dapat menduga kejadian berikutnya bahkan akhirnya. Maka perlu juga diandaikan jika tidak ada orang seperti Gayus.

Andai saja harta senilai Rp 650 triliun yang dikuasai oleh 40 orang itu dibagikan kepada 230 rakyat Indonesia …

Andai saja harta senilai Rp 650 triliun itu dibayarkan pajaknya sesuai wajib pajak ...

Andaikan … tidak ada orang seperti Gayus. Andai … …

Berandai-andai boleh kan ?

Mudah-mudahan semua harta senilai 650 triliun itu sudah dibayarkan pajaknya dengan benar.

Mudah-mudahan tidak ada lagi orang seperti Gayus, atautak ada lagi praktek seperti yang dilakukan Gayus

Mudah-mudahan …

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun