Mohon tunggu...
Alfitriandes Miter
Alfitriandes Miter Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Suka mencoba sesuatu yg kira-kira berguna. Selama ini hanya membaca, membaca dan ... membaca. Ngga tau juga apakah ini waktunya menulis, coba dulu aja. Siapa tau b.e.r.g.u.n.a.

Selanjutnya

Tutup

Money

Mau Jadi Terkaya No 1, Jangan Bayar Pajak

24 Maret 2010   16:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:13 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir sepanjang bulan Maret ini, isu tahunan yang paling ngetop di lingkungan tempat penulis bekerja adalah seputar pengisian formulir 1770S (SI & SII), yaitu formulir pelaporan pembayaran pajak penghasilan yang populer dengan Pph 21. Meski sudah berlangsung tahunan, namun yang namanya mengisi formulir laporan pajak tetap saja merupakan pekerjaan yang rada-rada ribet bagi kami yang hari-hari mayoritas berkutat dengan urusan teknik. Meski pula selalu diberi panduan oleh bagian finance, contoh kasus dsb, lagi-lagi tetap saja. "Udah di potong tiap bulan, kok masih harus dilaporin sih..?". "Dibuat laporan juga paling, nihil..., nihil !!", begitu kira-kira komentar rekan-rekan yang merasa membuat laporan pajak adalah hal yang bikin-bikin repot saja.

Bagaimana tidak, selain harus teliti menyalin angka-angka rupiah dari lembaran bukti pemotongan pajak penghasilan Pasal 21 (Formulir 1721-A1), kita juga diharuskan melaporkan harta yang dimiliki berikut riwayatnya. Belum lagi jumlah utang yang harus dilaporkan, belum lagi antrian panjang ketika menyerahkan laporan tsb. Maka patut diucapkan salut dan hormatkepada rekan-rekan serta seluruh karyawan yang dengan senang hati dan taat tetap membuat dan melaporkan pembayaran pajak penghasilannya. Lebih salut lagi karena telah membayar pajak.

Namun hati ini sering miris kalo mendengar atau membaca berita tentang orang-orang atau pihak-pihak yang tidak membayar pajak. Bahkan katanya, banyak yang sengaja kasak-kusuk supaya terhindar dari pajak. Atau agar nilai pajaknya lebih kecil dari semestinya. Lebih parah lagi jika itu dilakukan oleh orang-orang yang penghasilannya beratus-ratus juta rupiah, bahkan miliaran triliun rupiah. Entah itu pajak pribadi, entah pajak usaha.

Ironis memang, bak celetukan rekan-rekan kerja yang jadi anekdot setiap hari, "..ngapain sih repot-repot ngurusin pajak? Si Bahri aja ngga bayar pajak !?", kata teman saya. "Iya emang, kita yang gajinya cuman seupil-upil ini, dikejar terus pajaknya. Pake dipaksa bikin npwp segala pula. Nah si Bahri yang konglomerat, usahanya gedongan..., kagak bayar pajak ??!!", celetuk yang lain. "Hati-hati lho ngomong ! Jangan nuduh sembarangan !", saya mengingatkan. "Lha..itu katanya!? Di koran-koran!? Di tipi!? Sampe ngutang pajak triliunan katanya...?", teman tadi masih ngotot.

Temannya teman tadi ngga mau ketinggalan,"Pantasan jadi orang kaya no 1 dia !! Saya juga bisa kaya-raya kalo gitu", dengan logat Medannya yang susah berubah dari dulu.

“Caranya ?”, sambar temannya teman tadi yang fasih membawakan logat betawi.

“Ya jangan bayar pajak !”

“Kok bisa ?”

“Lah, itu buktinya si Bahri ! Ngga bayar pajak, malah jadi orang kaya. Konon katanya pernah jadi orang terkaya no.1 di negeri ini ?!”. Jadi kalo mau jadi orang kaya, jangan bayar pajak

Benar ngga seih….? Wallahualam.

[Mohon maaf jika terdapat kesalahan penulisan nama] hehe,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun