Sudah menjadi perbincangan umum akhir-akhir ini mengenai apa yang tengah terjadi di Keraton Yogyakarta. Apalagi jika bukan mengenai Sabdatama yan dikeluarkan oleh Sultan Hamengkubuwono X, yang juga menempati kedudukan sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Isi dari Sabdatama itu sendiri antara lain mengenai pemggentian nama kebesaran Sultan dari sebelumnya Hamengku Buwono menjadi Hamengku Bawono hingga yang terakhir adalah pemberian gelar pada puteri tertuanya, GKR Pembayun, dengan gelar Mangkubumi. Hal ini membuat banyak pihak berpikir bahwa GKR Pembayun diangkat sebagai putri mahkota atau pengganti raja.
Selama ini, jarang sekali Keraton mendapatkan konflik yang cukup mengundang perhatian seperti ini. Mengenai suksesi tersebut, memang Sultan lah yang berhak untuk menentukan kepada siapa yang akan menjadi penerusnya esok. Namun yang menjadi masalah adalah pro kontra dari berbagai pihak. Pada akhirnya banyak pihak yang berpikir apa alasan yang mendasari Sultan untuk mengeluarkan Sabdatama tersebut. Jangan hanya berpikir bahwa Sultan melakukan hal tersebut untuk melanggengkan kekuasaan dari keturunannya. Karena sebagai seorang Raja yang selama ini cukup mengayomi rakyatnya pastilah banyak pertimbangan yang telah turut di[ikirkan oleh Sultan Hamengku Bawono sendiri. Justru yang perlu dikhawatirkan adalah pihak luar yang terkesan ikut memojokkan konflik ini agar terkesan semakin membesar. Karena tidak dapat dipungkiri pasti banyak faktor politik yang juga mendasarai meraka yang berusaha ikut campur dalam suksesi ini.
Namun jika ditilik ke belakang, mengingat Sultan yang selama in memiliki kharisma tinggi di depan rakyatnya selama menjabat sebagai Raja sekaligus Gubernur Yogyakarta tentu saja kepercayaan warga Jogja sendiri tidak akan luntur begitu saja kepada Sultan HB X. Sultan memiliki kharisma tersendiri selama menjabat. Dapat merangkul berbagai kelas dalam masyarakat sehingga terciptalah ogja yang cukup nyaman bagi para warga Jogja sendiri hingga para pensatang yang kebanyakan merpakan pelajar yang datang ke Jpgja dengan tujuan menuntut ilmu. Sehingga langkah Sultan dan keluarganya, pihak internal keraton dalam menyelesaikan masalah suksesi ini sangat ditunggu oleh masyarakat. Jangan sampai Keraton Yogyakarta yangs elama ini terkenal solid, menjadi terpecah belah karena masalah ini. Mengingat selama ini keberadaan yang masih sangat dihormati dan dijunjung keberadaannya oleh masyarakat, tentunya besar keyakinan jika Keraton Yogyakarta masih akan bisa melewati badai seperti ini. Tentunyajuga diperlukan dukungan publik akan apa nantinya keputusan Raja yang akan dikeluarkan. Memang selama ini tertulis dalam ketentuan  serta UU Keistimewaan DIY bahwa pemimpin kerajaan sekaligus Gubernur haruslah seorang laki-laki. Namun jika ditimang-timang, perempuan juga berhak menduduki posisi tersebut. Terlepas dari peraturan tersebut, mungkin jika GKR Pembayun diberi kesempatan untuk memimpin, hasilnya tidak akan mengecawakan masyarakat Yogyakarta. Siapa yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Namun, semua itu kembali lagi pada keputusan Sultan Hamengku Bawono X nantinya. Karena sekali lagi, beliau sebagi Raja Keraton Yogyakarta lah yang paling pantas menentukan siapa yang akan menggantikan posisinya suatu saat. Terlepas dari semua itu, tentunya Sultan sudah memutusakn setelah memikirkan dengan masak serta mempertimbangkan kebaikan rakyatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H