Menjelajahi Tahura Djuanda Part 1, "Tenang, Nggak Ada yang Serem Kok"

"Ini satu tiket udah buat ke mana-mana, Pak?"

"Iya, itu udah buat semuanya." 

Waaaaaaah..... kami berdua terkesima. Dengan begitu banyak spot dan panjang trek yang berkilo-kilometer (paling mentok 5 kilo sih, dari ujung ke ujung), Rp 15.000,00 adalah harga yang sangat murah. Dapat gelang pula! Melihat banyaknya spot yang bisa dituju, semangat saya membuncah seketika.

~Kepada rakyat yang kebingungan di persimpangan jalan~ (nyanyi)

Trek 1: Gua Jepang

Dari loket 2 Pos Tahura (kawasan ini memiliki 3 pintu masuk), trek yang bisa dilalui pengunjung dibagi menjadi dua, naik dan turun. Karena tujuan terbanyak ada di atas, kami memilih untuk turun terlebih dahulu. Tujuan pertama kami adalah Gua Jepang. Gua Jepang di kawasan Tahura ini merupakan satu dari puluhan Gua Jepang yang tersebar di seantero Indonesia. Tentunya gua ini dibangun pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, yakni tahun 1942 sampai 1945. Pada masa itu, Jepang memanfaatkan gua ini sebagai tempat untuk menyimpan amunisi, logistik, dan komunikasi radio.

Kondisi di dalam gua ini tidak semenyeramkan dan semistis apa kata orang. Terlebih dengan kondisi sekarang yang sudah banyak dikunjungi wisatawan. Memang keadaannya sangat gelap, dingin, dan lembab. Akan tetapi, pengunjung tidak perlu bergidik dengan hal-hal mistis yang kerap menjadi sorotan. Dibanding takut dengan penampakan yang tiba-tiba mecungul (muncul dadakan), saya lebih ngeri saat membayangkan betapa menderitanya para tawanan pribumi serta pekerja romusha yang banting tulang sembari berdarah-darah ketika membangun gua ini.

Di salah satu pintu masuk Gua Jepang

Menurut informasi yang didapat, pembangunan gua ini belum selesai. Jepang keburu diserang oleh sekutu sebelum menyelesaikan misinya. Hingga saat ini pun gua ini belum pernah direnovasi. Karenanya, dengan berlantai tanah dan berdinding batu cadas, gua ini masih murni adanya. Meski begitu, bentuknya sangat rapi dan teratur. (Jangan bayangin gua-gua alami di pegunungan yang bergerigi-gerigi penuh stalaktit ya!). Saya dan teman saya terkagum-kagum oleh betapa cerdiknya tentara pada masa itu yang menemukan lokasi dan membuat gua ini.

Trek 2: Gua Belanda

Pintu masuk Gua Belanda, di sana bapak-bapak menyewakan senter sekaligus menawarkan pemandu wisata dalam gua

Denah dan keterangan singkat tentang Gua Belanda

Setelah mengenang penjajahan Jepang yang seumur jagung, kami kembali ke persimpangan jalan dan mengambil jalur naik menuju Gua Belanda. Ini saatnya kita memutar waktu mundur ke jaman penjajahan Belanda yang berlangsung selama lima turunan alias 3,5 abad. Tak berbeda jauh dengan kenampakan Gua Jepang, Gua Belanda ini juga dibangun dengan ngerowoki (melubangi) perbukitan.

Pada awalnya, gua ini dibangun pada tahun 1906 sebagai terowongan untuk menyadap air dari sungai Ci Kapundung untuk pembangkit listrik. Pada tahun 1918, terowongan ini beralih fungsi untuk kepentingan militer. Setelah Indonesia merdeka, pemerintah Indonesia memanfaatkan Gua Belanda untuk menyimpan mesiu sebelum dipindahkan pada tahun 1970-an. Selain itu, selama masa pendudukan Jepang, Jepang ternyata juga sempat mempergunakan gua ini. Istilahnya njupuk bati lah yaa. Kan enak tinggal make.

Ini sih kayak pengait buat nggantungin senjata ya? Apa tempat alat penerangan?

Ini bekas rel kereta pengangkut logistik, letaknya di dalam gua. Serem nggak? Waktu ngedit fotonya, saya ngerasa serem sih.

Dengan konstruksinya yang sangat kokoh, gua ini memiliki banyak lorong dan ruangan yang memiliki fungsi berbeda-beda, di antaranya adalah ruang tahanan, ruang logistik, dan ruang interogasi. Agak berbeda dengan Gua Jepang yang belum selesai dibangun, fasilitas dalam Gua Belanda ini terbilang lebih lengkap. Dindingnya dilapisi semen dan lantainya sudah berubin meski sebagian besar sudah tertutup tanah. Pengunjung bisa menemui rel kereta untuk mengangkut peralatan dan logistik. Selain itu, sepanjang lorong dipenuhi sisa aliran listrik untuk penerangan (yang sudah tidak berfungsi) serta besi-besi yang saya duga merupakan tempat menyimpan senjata mulai dari ukuran kecil hingga yang besar. Satu yang membangkitkan kengerian saya adalah ruangan tertutup yang saya pikir adalah bekas ruang tahanan. Dinding ruangan itu seperti dilubangi dengan paksa. Ukuran lubangnya kira-kira cukup bagi orang dewasa untuk menerobos. Nah yang ini nggak berani nyenterin lama-lama apalagi motret. Berdasarkan cerita bapak ojek yang saya tumpangi, dinding tersebut sengaja dilubangi oleh pihak Tahura untuk menyingkirkan kotoran kelelawar. Loh kalau dindingnya dilubangi terus dulunya pintunya dimana dong ya?