Â
Awal Agsutus ini, saya resmi mengantarkan anak saya yang kedua memasuki masa sekolahnya. Umur 3 tahun, sudah waktunya dia mengenal "peradapan luar". Sudah waktunya dia bersosialisasi. Maklum di rumah, temannya hanya bunda, eyang, dan mbak pengasuh. Saya masukkan dia ke PAUD di lembaga pendidikan yang sama dengan kakaknya yang sekarang sudah menginjak TK B.
Saya memilihkan sekolah untuk mereka berdua di lembaga pendidikan yang cukup bonafit untuk ukuran kota kecil di lereng pegunungan. Bahkan mungkin lembaga pendidikan atau sekolah yang super elit dibanding lainnya. Sekolah dengan kualitas relatif baik, kurikulum pilihan, guru-guru terbaik, dan ditunjang fasilitas lengkap. Sekolah negeri ?? Tidak, sekolah swasta.
Ketika yang sekolah baru kakaknya, biaya pendidikan cukup tidak terasa. Namun kemudian ketika si kecil mengikuti jejak kakaknya, maka mahalnya biaya pendidikan menjadi sangat terasa. Bagi saya, seorang karyawan swasta, biaya pendidikan akhirnya menjadi satu pos anggaran dengan tingkat persentase cukup besar.
Sebenarnya ada sih, sekolah lain yang berada dekat dengan rumah. Sekolah Negeri dan biayanya murah pula. Tapi apa mau dikata, kondisinya membuat saya tak bisa berkata-kata. Maka dengan alasan "DEMI MASA DEPAN ANAK", maka saya sekolahkan anak dengan segenap hati di sekolah swasta yang relatih lebih baik walaupun jauh dan dengan biaya yang mahal. Ternyata saya tidak sendirian. Kondisi yang saya alami, ternyata banyak juga yang dialami oleh orangtua-orangtua yang lain.
Satu hal yang positif yang bisa saya ambil adalah, bahwa ternyata sekarang KEPEDULIAN ORANGTUA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK meningkat jauh pesat.
Ini dua hal yang menjadi alasan saya dan mungkin sebagian orangtua menyekolahkan anaknya di sekolah swasta dengan biaya yang relatif lebih besar :
- Pondasi Agama. Alasan inilah yang menduduki rangking paling tinggi dari hasil poling asal-asalan yang saya lakukan. Sebagian besar orangtua, walaupun bodoh dan bandelnya mereka, ternyata menginginkan anaknya lebih baik dari mereka. Mereka menginginkan anaknya mempunyai pondasi agama yang lebih baik. Dengan apa yang mereka lalui, mereka menjadi sadar bahwa kehidupan ini akan lebih baik akhirnya jika dibekali dengan pondasi yang lebih baik.
- Kepribadian dan karakter. Survey asal-asalana saya ternyata membuktikan, sekolah swasta papan atas cenderung lebih berhasil membentuk kepribadian dan karakter anak menjadi lebih baik.
Fenomena itu sebenarnya sungguh menggembirakan... Sekolah ternyata sudah menjadi gaya hidup sehat..
namun di sisi lain ada hal yang menyedihkan sebenarnya. mau tidak mau, diakui atau tidak, popularitas dan kualitas sekolah swasta sekarang sudah menyamai sekolah negeri. bahkan beberapa jauuuh melebihinya. Saya masih ingat benar tentang persepsi orangtua dulu. "Pokoknya anak saya harus masuk sekolah negeri", begitu perkataan orang tua dulu. Benar dulu sekolah negeri adalah tujuan utama, sekolah favorit. Sekolah negeri adalah sekolah berkualitas atas dengan biaya murah. Dahulu sekolah swasta adalah sekolah kasta rendah. Sekolah buangan bagi anak-anak "bodoh". Orangtua yang super kaya sekalipun akan berusaha mati-matian memasukkan anaknya ke sekolah negeri. bahkan suap-menyuappun bukan lagi rahasia umum. Sekolah negeri adalah harga diri. begitu kira-kira dahulu.
Tapi sekarang..
Peribahasa Roda selalu Berputar ternyata benar adanya. Sekolah swasta merangkak naik dan sekolah negeri merangkak turun. Atau mungkin saya salah. Mungkin sekolah swasta yang merangkak naik dan sekolah negeri berhenti, jalan di tempat. Yang jelas, sekarang telah terjadi keseimbangan dalam hal kualitas, bahkan di beberapa tempat sekolah swasta jauuuuuuhhhhhhh diatas sekolah negeri.