B.J. Habibie…
Siapa tak kenal B.J. Habibie, Presiden ke-3 Negara Republik Indonesia. Bacharuddin Jusuf Habibie atau yang lebih dikenal sebagai B.J. Habibie adalah ilmuwan nomer wahid di Indonesia. Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks prestasi summa cum laude. Di jerman, Habibie yang belum genap berumur 40 tahun, melesat menjadi bintang terang. Di dunia penerbangan dan aerodinamika, tidak ada yang tidak mengenal habibie. Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang Thermodinamika, Konstruksi dan Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang seperti “Habibie Factor“, “Habibie Theorem” dan “Habibie Method“. Habibie juga menjadi satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di Messerschmitt-Bölkow-Blohm atau MBB Hamburg Jerman ini. Luar biasa.
Semua sudah diraih oleh Habibie, baik, kekayaan maupun kehormatan. Namun karena jiwa nasionalismenya, Habibie akhirnya bersedia melepaskan jabatan, posisi dan prestise tinggi yang didapatkan di Jerman. Tahun 1978 hingga 1997, ia diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus merangkap sebagai Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Disamping itu Habibie juga diangkat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional dan berbagai jabatan lainnya. Di tangan dingin Habibie, Indonesaia bergerak berusaha menjadisalah satu pemimpin industry strategis di dunia. PT Dirgantara Indonesia, PT PAL Indonesia, dan PT PINDAD adalah beberapa hasil karyanya. N250 adalah pesawat terbang canggih hasil karya Habibie yang digadang-gadang akan mampu menggerakkan roda ekonomi industry strategis di Indonesia.
Namun apa daya, akibat gejolak politik di tahun 1998, Habibie yang bersinar terang di dunia Internasional harus meredup di dalam negerinyan sendiri. Habibie mewarisi kondisi kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto akibat salah urus pada masa orde baru. Dalam masa singkatnya sebagai Presiden RI, sebenarnya banyak keberhasilan yang telah diraihnya. Namun pepatah mengatakan “akibat nila setitik, rusak susu sebelanga”. Habibie, yang dinobatkan sebagai salah satu manusia terjenius didunia dengan IQ jauuuh diatas Albert Einstein, harus “mengakui” bahwa politik bukanlah jalannya.
Setelah masa reformasi, Habibie kembali ke Jerman dan tidak terdengar lagi kabarnya. Habibie seperti “dibuang”. Karena tidak lagi dibutuhkan di Indonesia, maka Jerman dengan senang hati kembali menerima orang jenius pemilik 46 Hak Paten di Bidang Aeronautika ini.
Ricky Elson…
Mungkin baru sedikit orang Indonesai yang mengenalnya. Ricky Elson adalah salah satu imuwan muda jenius Indonesia di bidang teknologi motor penggerak listrik. Pemilik belasan hak paten ini adalah salah satu anak bangsa yang telah mendapatkan kekayaan dan kehormatan di luar negeri, yaitu Jepang.
Dahlan Iskan (DI), atas nama nasionalisme mengajak Ricky Elson, sama seperti ketika Ibnu Sutowo mengajak Habibie, untuk pulang ke tanah air. Ricky Elson dengan idealismenya bersedia menjawab tantangan Dahlan Iskan.
Sejak DI membentuk Pandawa Putra Petir dengan mendatangkan 5 ilmuwan muda anak bangsa ahli energy, mobil, dan motor listrik dari singgasana mereka di luar negeri, saya sudah merasa was-was. DI terlalu idealis. Berkaca dengan pengalaman Habibie, tidak mungkin memadukan pengembangan teknologi tinggi dengan politik. Saya sudah menduga jika DI lengser keprabon, maka project ini pun akan musnah.
Saya berharap para ilmuwan muda itu tidak menanggapi bujukan DI. Namun saya salah, ternyata nasionalisme mereka jauh lebih tinggi dari saya. Dengan gagah mereka meninggalkan segala yang diraihnya untuk memulai dari nol, memulai sesuatu yang sangat abstrak dan beresiko tinggi.