"Assalamualaikum. Buk, kato mama mintak tekoyak."
Itu adalah sebuah kalimat yang dilontarkan oleh anak umur 4 tahun pada lebih dari 20 tahun yang lalu. Kalimat yang sampai sekarang selalu mengundang gelak tawa ketika disebutkan kembali.
Dialah Riska, sahabatku yang juga tetanggaku ketika kami masih tinggal di perumahan SD Karang Endah dulu.
Karena tinggal jauh kampung, kami kerap mendapat kiriman tempoyak dari makwo, kakak perempuan ibuku dari kampung. Biasanya kami akan makan bersama dengan para tetangga yang sudah seperti keluarga sendiri. Kebetulan Riska ini sama sepertiku yang saaaangat suka sekali makan tempoyak.
Hari itu ia ingin makan tempoyak, sementara bagiannya di rumah sudah habis. Ia pun mengetuk rumahku dan keluarlah kalimat lucu itu.
Riska salah menyebut tempoyak menjadi tekoyak. Dalam bahasa kami, tekoyak artinya robek secara tidak sengaja. Ibuku pun menggodanya: "
Ibuku berasal dari Semendo. Sebuah kecamatan yang masuk dalam kawasan Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Selain terkenal dengan kopi Semendonya, kampung halaman kami juga terkenal dengan buah durian yang sedapnya bukan kepalang.
Ya, kami. Kusebut begitu karena akupun lahir di Semendo. Walaupun memang sejak umur 40 hari kedua orang tuaku sudah mengajakku pindah ke Desa Karang Endah demi pekerjaan.Â
Mari kita kembali ke bahasan soal buah durian nan lezat tadi. Di kampung kami, ada banyak sekali jenis buah durian. Yang paling sedap yaitu buah durian bantal. Dinamakan bantal karena ukurannya yang besar seperti bantal. Begitu pula dengan dagingnya yang tebal seperti isian bantal. Hahahaa...
Soal rasa? Jangan tanya lagi. Durian bantal ini selalu jadi yang dinanti saat musimnya tiba. Daging buah yang tebal dan rasanya yang manis membuatnya selalu jadi primadona.