Dunia gemerlap idola Korea Selatan memang tiada habisnya untuk ditelaah. Kalau diumpamakan sebagai bawang, tiap lapisan dunia Kpop (Korean Pop) bisa dikupas satu-satu dengan tampilan sisi yang berbeda satu sama lain.
Korea Selatan memang sudah jauh-jauh waktu gencar melakukan difusi budaya ke seluruh penjuru dunia lewat berbagai taktik. Tengok saja sejumlah stasiun penyiaran Korea Selatan yang membuka 'cabang' di negara lain dan melakukan akulturasi budaya dengan negara tempatnya menaruh 'cabang'.Â
Kini, budaya Korea Selatan dapat diterima dengan baik, bahkan seakan sudah menjadi bagian hidup oleh segelintir kelompok masyarakat.
Menjamurnya budaya Korea Selatan, khususnya Kpop ke seluruh dunia dapat menjadi parameter bahwa Negeri Ginseng itu berhasil mengiklankan budayanya dengan baik.  Lagu-lagu berbahasa Korea seakan menjadi konsumsi wajib pecinta boy group dan girl group Korea Selatan.Â
Sejumlah lagunya pun ada yang berhasil tembus music chart internasional, mengindikasikan bahwa musik Kpop didengarkan banyak orang. Belum lagi, beberapa grup Kpop juga sudah terkenal mancanegara dengan penggemar skala internasional.
Namun ternyata, tidak seluruh boy group ataupun girl group dari Korea Selatan mempunyai pencapaian yang sama. Beberapa sukses membangun nama baik dalam hitungan tahun, beberapa membutuhkan waktu yang lebih lama, beberapa ada yang bubar walau baru seumur jagung.
Lantas, apa faktor yang menentukan keberhasilan suatu grup Kpop? Â
Chart sebagai Parameter
Membicarakan kesuksesan, salah satu parameter kuantitatif apakah lagu Kpop sukses di pasaran adalah chart atau tangga lagu. Semakin tinggi sebuah lagu bertengger di chart, maka bisa dipastikan lagu itu banyak didengar oleh orang dari seluruh penjuru dunia.
Dewasa ini, banyak musik grup Kpop yang berhasil menduduki chart internasional bergengsi seperti Billboard atau Worldwide iTunes Song Chart. Sebut saja grup Kpop BTS yang berhasil menduduki peringkat pertama pada chart Billboard Hot100, begitu pula grup Blackpink dengan peringkat pertamanya pada Billboard Artist 100 Chart.
Andaikan kita bekerja sebagai promotor budaya Korea Selatan, mungkin kita bisa menghela napas puas sejenak dan berpikir, 'hah, untung Kpop sudah terkenal dimana-mana. Pekerjaanku sudah selesai sampai disini'.
Namun sesungguhnya pemikiran itu tidak bisa dibenarkan juga. Dibalik suksesnya Kpop, banyak pula kisah grup idola Korea Selatan yang berakhir gagal dalam karirnya dan memutuskan untuk membubarkan diri. Ada juga agensi hiburan Korea Selatan yang menuju ambang kebangkrutan karena pengeluaran yang tidak sebanding dengan pemasukannya.
Kemudian muncul pertanyaan baru yang mirip dengan sebelumnya: mengapa ada grup idola Kpop yang sukses, namun ada juga yang gagal?
Tidak Semudah Membalik Telapak Tangan
Tentu semua agensi hiburan ingin artis-artisnya bisa diketahui banyak orang dan menjadi terkenal. Agar bisa diketahui khalayak, banyak sekali cara yang digunakan agensi untuk mempromosikan artisnya dengan efisien.
Bayangkan apabila suatu agensi hanya memiliki satu grup idola, namun grup idola tersebut tidak banyak disukai orang. Tidak ada yang mau membeli tiket konser mereka, tidak ada juga yang mau membeli merchandise yang mereka jual.Â
Di satu sisi, agensi menggantungkan pendapatannya kepada grup ini. Namun jika sepi penggemar dan tidak menghasilkan pendapatan, sebuah grup idola bisa rentan menuju kegagalan. Apa akibatnya jika grup idola mengalami kegagalan?
Salah satu jalan keluarnya adalah disband atau pembubaran grup. Tak dapat dipungkiri, sudah banyak grup Kpop yang melakukan disband dengan masa karir yang relatif sebentar. Sebut saja grup The Ark yang hanya bertahan dalam waktu 1 tahun-an, grup 1PUNCH yang bertahan 8 bulan, atau Bob Girls yang hanya bertahan 6 bulan saja.
Mengapa banyak grup Kpop yang cepat melakukan disband? Rupanya lagi-lagi, salah satu masalah utamanya adalah 'uang' yang tidak bisa menutupi biaya produksi artis.Â
Mir sebagai salah satu anggota grup Kpop MBLAQ pernah membahas ini dalam channel YouTube pribadinya. Lewat video bertajuk "Why do idols disband?", pria berumur 29 tahun itu membenarkan bahwa uang adalah alasan utama terjadinya pembubaran sebuah grup. Tak ayal apabila sebuah grup "sepi peminat", kemungkinan disband-nya akan lebih besar karena tidak memberikan keuntungan timbal balik kepada agensi.
Psikologi Merupakan Senjata Kpop
Sekarang, mari sorot grup Kpop yang sudah memiliki 'nama' dan penggemar di seluruh dunia: apa rahasia mereka?
Tentu saja jawabannya teknik marketing yang mumpuni. Selain itu, rupanya kesuksesan promosi grup Kpop ternama juga memainkan teknik psikologi.Â
Pernahkah ketika sedang berselancar di media sosial Youtube, tiba-tiba muncul video musik artis Kpop dalam jeda iklan? Terkadang, penayangan video musik tersebut juga dilakukan berkali-kali. Hal ini sama dengan psikologi iklan yang ditampilkan pada televisi.
Teori Stimulus-respon milik Ivan Petrovich Pavlov turut menguatkan ini, dimana reaksi bergantung dari kebiasaan yang dilakukan atau yang diterima. Berdasarkan teori ini, orang yang biasa 'dicekoki' video musik Kpop akan punya kecenderungan untuk menganggapnya sebagai konten yang lumrah ditonton.Â
Bahkan, orang tersebut bisa mempunyai ketertarikan untuk mengonsumsi video musik yang serupa, sehingga lama-kelamaan terbiasa menonton video musik grup Kpop dan akhirnya menjadi penggemar grup tersebut.
Ketika seseorang memutuskan untuk menjadi penggemar grup Kpop, tentu ia punya kecenderungan untuk mencari informasi lebih lanjut tentang sang idola. Disinilah tugas baru marketer agensi muncul: bagaimana 'menjaga' penggemar tersebut agar terus menyukai grup Kpop-nya.Â
Keinginan Fans adalah Segalanya
Kalau sudah berhasil menggaet penggemar, marketer agensi belum boleh merasa puas. Tugas selanjutnya yang harus ia lakukan adalah menjaga loyalitas penggemar agar tidak meninggalkan grup Kpop-nya.
Bagaimana cara menjaga loyalitas konsumen? Agensi harus menumbuhkan kepuasan terhadap produk dan kualitas pelayanan yang diterimanya. Ini sesuai dengan ungkapan Dharmesta dalam artikel "Loyalitas Pelanggan: Sebuah Kajian Konseptual Sebagai Panduan Bagi Peneliti". Menurutnya, kepuasan produk dan kualitas pelayanan adalah komponen terpenting terkait loyalitas konsumen.
Apabila sudah tumbuh perasaan loyal, konsumen akan sukarela melakukan pembelian ulang, bahkan merekomendasikan produk dan jasa tersebut kepada orang lain. Hal ini senada dengan Tjiptono dalam bukunya Pemasaran Jasa, dimana konsumen cenderung akan melakukan kedua hal diatas ketika sudah merasa nyaman dengan produk yang ia gunakan.
Dalam upayanya membangun loyalitas, tentu agensi akan mendengarkan apa yang konsumennya atau yang penggemar inginkan. Dalam dunia Kpop, sudah banyak konten yang diproduksi untuk menjaga loyalitas penggemar, baik itu konten berbayar maupun gratis.
Yang paling umum dilakukan agensi adalah membuat membership. Dengan membayar sejumlah uang untuk membership, seorang penggemar dilabeli 'fans sejati' karena telah mempunyai bukti resmi bahwa dia bergabung kepada komunitas penggemar suatu grup Kpop. Membership ini nantinya juga memiliki banyak kelebihan, salah satunya akses konten yang terbatas hanya untuk penggemar dengan membership. Dengan ini, penggemar akan menaruh loyalitas dengan terus-terusan membayar membership yang biasanya diperbarui setiap tahun. Â
Hal yang juga penting untuk loyalitas adalah dengan menjaga interaksi atau attachment antara penggemar dengan grup idolanya. Dengan menumbuhkan loyalitas, fans akan sukarela kembali kepada grup idolanya. Dengan begitu pula, ia akan sukarela 'membiayai' grup idolanya dengan gadang-gadang 'fans sejati'.
Yah, inilah serba-serbi dunia Kpop. Memang agak rumit, tapi satu yang tidak bisa dipungkiri: grup Kpop tidak bisa jauh-jauh dari loyalitas penggemarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H