Orang-orang akan berlari sambil mengejeknya, masyarakat biasa menyebutnya "ngeledek" agar acara lebih meriah (masyarakat Desa Jejeg biasa menyebutnya rahat).Â
Para penonton yang mengejek biasanya banyak yang memakai baju berwarna merah karena konon jika memakai baju merah akan di kejar, padahal pada kenyataannya jika ada yang memakai baju merah namun tidak mengejek atau diam saja tidak akan dikejar oleh ebeg.Â
Namun, untuk berjaga-jaga biasanya para warga khususnya yang perempuan hampir tidak ada yang memakai baju berwarna merah apabila hendak menonton pertunjukan tersebut.Â
Beda hal dengan para laki-laki yang sengaja memakai kaos berawarna merah agar bisa dikejar oleh ebeg, padahal jika tidak mengejek tidak akan dikejar.Â
Tak lupa pula, dalam tradisini ini penyewa harus menyiapkan sesajen untuk di makan oleh ebeg tersebut. Biasanya isian sesajennya yaitu air di bak yang ditaburi bunga mawar, kopi hitam, padi, pisang, beling, dodol, dan lain-lain.
Jaran ebeg di Desa Jejeg sangat dinantikan kehadirannya oleh warga sekitar khususnya para anak-anak remaja hingga orang tua. Bahkan banyak orang yang merantau rela pulang ke kampung halaman hanya untuk menonton tradisi hiburan ini.Â
Sangat disayangkan apabila kami melewatkan tradisi hiburan tersebut karena tidak setiap hari ada, biasanya akan ramai apabila sedang musim hajatan. Bahkan terkadang hanya ada satu kali dalam setahun, sehingga banyak masyarakat yang menantinya .Â
Apalagi untuk sekarang ini, semenjak adanya pandemik aktivitas yang menyebabkan orang berkerumun sangat dibatasi untuk menghindari penyebaran covid-19.Â
Namun tidaklah menjadi masalah, karena semua demi kebaikan bersama. Semoga tradisi hiburan ini tetap bisa dilestarikan sampai anak cucu kita nanti agar bisa merasakan betapa menyenangkan dan menegangkannya apabila menonton tradisi ini.