Mohon tunggu...
almanda Triapriliana
almanda Triapriliana Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menuju Swasembada Pangan: Membangun Ketahanan Pangan Indonesia

7 Juni 2024   19:49 Diperbarui: 7 Juni 2024   19:57 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Swasembada pangan adalah kemampuan dan pengetahuan yang lebih besar untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tersebut, terutama di bidang pangan, sehingga memungkinkan kita untuk menyediakan kebutuhan pangan sendiri melalui berbagai kegiatan untuk memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. 

Sumber daya alam yang harus mampu memenuhi seluruh kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah telah membuat dan menerapkan berbagai terobosan kebijakan untuk produksi dan swasembada pangan dengan tetap mengedepankan GGCG (Good Governance and Clean Government). Kebijakan ini terutama berkaitan dengan:

  • Pelelangan yang memakan waktu dan tidak musiman
  • Penyeimbangan kembali anggaran
  • Bantuan bibit kedaluwarsa
  • Hadiah dan sanksi
  • Asuransi pertanian
  • HPP dan HET
  • Peningkatan sinergi program
  • Peningkatan intensitas pendampingan dan pengawalan

Strategi untuk mendorong pelaksanaan program pembangunan nasional harus efektif tidak hanya dalam satu atau dua terobosan, tetapi juga dalam kombinasi berbagai kebijakan yang saling mendukung.

Menurut UU No. 18/2012 tentang Pangan, Ketahanan Pangan adalah Kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. 

UU Pangan bukan hanya berbicara tentang ketahanan pangan, namun juga memperjelas dan memperkuat pencapaian ketahanan pangan dengan mewujudkan kedaulatan pangan (food soveregnity) dengan kemandirian pangan (food resilience) serta keamanan pangan (food safety). 

"Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal".

Ketahanan pangan tidak lepas dari sifat produksi komoditi pangan itu sendiri yang musiman dan berfluktuasi karena sangat mudah dipengaruhi oleh iklim/cuaca. Perilaku produksi yang sangat dipengaruhi iklim tersebut sangat mempengaruhi ketersediaan pangan nasional. 

Jika perilaku produksi yang rentan terhadap perubahan iklim tersebut tidak dilengkapi dengan kebijakan pangan yang tangguh maka akan sangat merugikan, baik untuk produsen maupun konsumen, khususnya produsen berskala produksi kecil dan konsumen berpendapatan rendah. 

Karakteristik komoditi pangan yang mudah rusak, lahan produksi petani yang terbatas; sarana dan prasarana pendukung pertanian yang kurang memadai dan lemahnya penanganan panen dan pasca panen mendorong Pemerintah untuk melakukan intervensi dengan mewujudkan kebijakan ketahanan pangan.

Permasalahan yang muncul lainnya di dalam distribusi. Stok pangan yang tersedia sebagian besar di daerah produksi harus didistribusikan antar daerah/antar pulau. Namun tidak jarang sarana dan prasaran distribusi masih terbatas dan kadang lebih mahal daripada distribusi dari luar negeri (kasus pengiriman sapi dari Nusa Tenggara ke Jakarta yang lebih mahal daripada dari Australia ke Jakarta; atau biaya pengiriman beras dari Surabaya ke Medan yang lebih mahal dari pada pengiriman dari Vietnam ke Jakarta).

Dari sisi tataniaga, sudah menjadi rahasia umum akan panjangnya rantai pasokan yang mengakibatkan perbedaan harga tingkat produsen dan konsumen yang cukup besar dengan penguasaan perdagangan pangan pada kelompok tertentu (monopoli, kartel dan oligopoli). Sedangkan dari sisi konsumsi, pangan merupakan pengeluaran terbesar bagi rumah tangga (di atas 50% dari jumlah pengeluaran). Yang disayangkan adalah fenomena substitusi pangan pokok dari pangan lokal ke bahan pangan impor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun