Mohon tunggu...
Alma Maghfirananda
Alma Maghfirananda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Hobi membaca buku dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Apa sih Hambatan Pemerintah dalam Pengimplementasian Konsep Smart City

4 Juni 2024   23:02 Diperbarui: 4 Juni 2024   23:33 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar istilah Smart City? Atau mungkin Anda baru mendengarnya? Seperti apa sih Smart City itu? Jadi, Smart City merupakan salah satu strategi pembangunan dan manajemen kota yang masih baru. Konsep ini muncul dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi. Smart City adalah konsep kota cerdas yang dirancang guna membantu berbagai kegiatan masyarakat serta memberikan kemudahan mengakses informasi kepada masyarakat (Mursalim, 2017).

Smart City mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan pelayanan publik dan kualitas hidup masyarakat. Definisi dari Smart City ini didukung oleh UNECE (United Nations Economic Commission for Europe) dan ITU (International Telecommunication Union), yang mengartikan smart sustainable cities sebagai kota inovatif yang memanfaatkan TIK untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, efisiensi layanan, operasi, serta kompetisi kota. Smart City merupakan gabungan dari daratan, masyarakat, teknologi dan pemerintah (Dameri, 2013).

Untuk mewujudkan adanya potensi Smart City di Indonesia, tentu diperlukannya partisipasi aktif dari berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga legislatif, akademisi, pelaku bisnis, media, dan masyarakat secara keseluruhan. Kolaborasi ini diperlukan dalam mengembangkan Smart City. Dengan demikian, pemerintah sebagai regulator dapat menciptakan kebijakan yang mendukung pengembangan Smart City, melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan memfasilitasi implementasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) (Monoarfa Maharandy, 2023b).

Pengembangan suatu kota menuju smart governance diawali dari suatu pemerintahan yang baik (Good governance) seperti dalam penelitian yang mencoba untuk mencari tahu apakah informasi dan teknologi komunikasi yang maju dapat membuat kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian tujuan pemerintahan yang baik (Good Governance). Selain itu, dalam penerapan Smart City ada beberapa indikator, diantaranya smart living and environment, smart transportation, smart economy, smart government and people. Salah satu indikator dari penerapan Smart City adalah smart government yang akan memberikan pelayanan publik terhadap implementasi Smart City tersebut. Tentunya peran pemerintah dan regulasinya sangatlah penting dalam penerapan konsep Smart City. Selain itu, role model dari Smart City di Indonesia ada tiga, diantaranya Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur, DKI Jakarta, dan kota yang kita cintai ini, Kota Surabaya (Monoarfa Maharandy, 2023a). Namun, dalam penerapan Smart City mendapatkan beberapa hambatan dalam penerapan regulasi serta komitmen pemerintah daerah yang seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah sebagai penerapan smart government. Hal tersebut tentu saja akan menghambat berjalannya implementasi dari penerapan Smart City. Hambatan-hambatan tersebut diantaranya:

  • Revisi regulasi
    Dalam penerapan Smart City di Surabaya mendapatkan beberapa sorotan dari Ombudsman RI mengenai penerapan regulasi daerah yang menurutnya menerapkan biaya retribusi tinggi, hal tersebut tentunya dinilai akan menghambat terciptanya Smart City. Regulasi tersebut yakni Perda Kota Surabaya No. 5 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas dan Pewali Kota Surabaya No. 1 Tahun 2022 Tentang Formula Tarif Sewa Barang Milik Daerah Berupa Tanah dan atau Bangunan. Kedua regulasi tersebut disarankan untuk dilakukannya revisi kebijakan karena dinilai menghambat Kota Surabaya menjadi Smart City seutuhnya dan juga beberapa pasal ketentuan tersebut belum menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya sesuai dengan hirearki peraturan perundang-undangan yang diatur pada Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011. Jika tidak segera dilakukan revisi maka akan berpotensi terjadi maladministrasi karena tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berada di atasnya (Monoarfa Maharandy, 2023a)
  • Pengembangan Infrastruktur
    Selain regulasi, pengembangan infrastruktur teknologi juga menjadi tantangan. Harga perangkat TIK yang tinggi dan keterbatasan akses infrastruktur menjadi pertimbangan dalam membangun Smart City. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) teknis juga diperlukan agar implementasi berjalan efisien. Menurut pandangan beberapa ahli handal, terukur dan kecepatan tinggi konektivitas jaringan dan infrastruktur merupakan kunci dasar untuk mengintegrasikan sistem informasi di seluruh kota.

Berdasarkan beberapa hambatan pemerintah tersebut, sudah seharusnya terdapat beberapa cara untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, solusi yang dtawarkan diantaranya:

  • Perlu adanya keseimbangan antara peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kepentingan masyarakat dalam mengimplementasikan konsep Smart City.
    Dalam UU Cipta Kerja (UU Ciptaker) terdapat beberapa klaster perpajakan yang mengatur berbagai aspek terkait dengan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Salah satu perubahan regulasi yang terdapat dalam bagian ke-7 Bab IV adalah mengenai kemudahan berusaha. Dalam konteks ini, pemerintah menetapkan kebijakan fiskal nasional yang berkaitan dengan PDRD, termasuk kemampuan untuk menetapkan tarif PDRD yang berlaku secara nasional. Tindakan yang diambil oleh pemerintah adalah melakukan evaluasi terhadap Perda yang mengatur PDRD. Evaluasi ini bertujuan untuk menguji kesesuaian anntara ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kebijakan fiskal nasional. Namun, dalam konteks mendukung konsep Smart City, Pemerintah Kota Surabaya seharusnya tidak menggunakan alasan penataan keindahan kota sebagai tujuan utama untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Meskipun penataan kota dapat memberikan manfaat, seperti meningkatkan daya tarik dan kenyamanan bagi warga, pengenaan biaya baru seperti sewa penggunaan bahu jalan oleh penyelenggara utilitas vital seharusnya diperhatikan dengan penuh hati-hati. Model regulasi semacam ini dapat menyebabkan meningkatnya biaya pelayanan publik yang makin tinggi dan merugikan masyarakat luas. Dengan demikian, perlu adanya keseimbangan antara peningkatan PAD dan kepentingan masyarakat dalam pengimplementasian konsep Smart City.
  • Peningkatan akses infrastruktur, pelatihan dan pengembangan SDM.
    Dalam mengatasi permasalahan kurangnya infrastruktur dapat dilakukan adanya kolaborasi antara pemerintah dengan pihak swasta. Kerja sama dengan perusahaan swasta tersebut dapat membantu permasalahan keterbatasan dana pemerintah(Awaludin, 2019). Kemitraan tersebut dapat dilakukan dengan perusahaan teknologi guna mempercepat implementasi infrastruktur yang diperlukan. Sedangkan, dalam pengembangan SDM dapat dilakukannya pelatihan dan pendidikan mengenai teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bersertifikat. Jadi, bagi masyarakat yang telah lulus pelatihan TIK khusus yang diperlukan dalam implementasi Smart City tersebut akan diberikan sertifikat sebagai bukti otentik. Selain itu, pemerintah dapat melakukan inovasi seperti Kerja sama dengan perguruan tinggi serta industry untuk menyelenggarakan program pendidikan yang relevan dengan kebutuhan Smart City. Program tersebut dapat diimplementasikan dalam bentuk magang.

Dengan memahami beberapa hambatan serta solusi dari implementasi Smart City, pemerintah seharusnya memberikan komitmen serta perhatian lebih terhadap konsep ini, terutama pemerintah daerah. Keterlibatan dan komitmen pemerintah daerah dalam mengintegrasikan kebijakan nasional terkait Smart City menjadi kunci sukses. Pemimpin daerah perlu memahami manfaat dan urgensi penerapan Smart City serta memastikan dukungan dan partisipasi aktif dari seluruh stakeholder. Namun demikian, pemerintah daerah tidak dapat melakukannya sendirian,(Eksploitasi Anak dalam Perspektif Hukum dan HAM di Indonesia - Komnas HAM, 2020) melainkan harus bersama-sama dengan semua pihak termasuk pihak akademisi, swasta, dan komunitas guna membentuk suatu Smart City Ecosystem yang integrated and sustainable (Eko dkk., 2016).

Terciptanya Smart City diperlukan peran serta berbagai pihak, bukan hanya pemerintah. Namun, dalam hal ini pemerintah memegang peran yang sangat penting dan sentral untuk menyusun regulasi serta implementasi, maka apabila terjadi kondisi yang tidak harmoni antara kebijakan pemerintah dengan Undang-Undang yang berlaku, akan berdampak memberatkan masyarakat. Masyarakat mungkin saja tidak mengikuti kaidah dalam hukum pembentukan peraturan perundang-undangan karena kondisi yang tidak harmoni tersebut. Karena pada dasarnya pembentukan Peraturan Daerah (Perda) bertujuan untuk menyejahhteraan rakyat atau merugikan masyarakat itu sendiri yang nantinya dapat memperhambat pelayanan publik.

Daftar Pustaka

Awaludin. (2019). STRATEGI PENGUATAN KOMPETENSI SDM TEKNOLOGI INFORMASI&KOMUNIKASI (TIK) DALAM MENGOPTIMALKAN PENERAPAN SISTEM PEMERINTAHAN BERBASIS ELEKTRONIK (SPBE). Paradigma POLISTAAT: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2(2), 118--134. https://doi.org/10.23969/PARADIGMAPOLISTAAT.V2I2.2115

Eko, C., Utomo, W., & Hariadi, M. (2016). Strategi Pembangunan Smart City dan Tantangannya bagi Masyarakat Kota.

Eksploitasi Anak dalam Perspektif Hukum dan HAM di Indonesia - Komnas HAM. (2020). KOMNAS HAM RI. https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2020/9/23/1569/eksploitasi-anak-dalam-perspektif-hukum-dan-ham-di-indonesia.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun